Implementasi Pendidikan Inklusif, Antara Paradigma Humanistik dan Realitas Struktural

Bachtiar S. Malawat

Pendidikan inklusif bukan hanya isu teknis, melainkan persoalan ideologis. Ia menyangkut pandangan kita tentang manusia, tentang keadilan, dan tentang masa depan masyarakat. Di tengah tantangan itu, tetap ada harapan.

Banyak komunitas pendidikan mulai membangun pendekatan inklusif dari bawah, guru-guru yang merancang pembelajaran diferensiatif, sekolah-sekolah yang membuka ruang dialog antar siswa, hingga organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan hak anak-anak marginal.

Namun upaya ini akan sia-sia jika tidak didukung oleh perubahan struktural dari negara, kebijakan afirmatif, pembiayaan yang adil, dan sistem evaluasi yang holistik.

Baca Juga: Merajut Pendidikan Masa Depan: Memadukan Tradisi, Modernitas, dan Tantangan Global

Hanya dengan sinergi antara gerakan dari bawah dan dukungan dari atas, pendidikan inklusif bisa benar-benar menjadi alat transformasi, bukan sekadar instrumen legitimasi.

Akhirnya, pendidikan inklusif akan selalu menjadi ladang pergulatan antara paradigma dan kenyataan. Antara cita-cita membebaskan dan sistem yang membelenggu.

Namun seperti kata Freire, “Pendidikan tidak mengubah dunia. Pendidikan mengubah manusia. Manusia yang kemudian mengubah dunia.”

Maka tugas pendidikan inklusif bukan hanya mengajak semua masuk ke ruang belajar yang sama, tetapi membentuk manusia-manusia yang sadar, kritis, dan berani mengubah dunia yang tidak adil menjadi dunia yang manusiawi. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...