Dari Kampus Untuk Negeri: Menjawab Kekosongan Dokter Spesialis di Pelosok Indonesia

Oleh:
dr.Akbar Kapissa Baharsyah
(Residen Bedah FKUNHAS dan Ex Direktur Lembaga Kesehatan HMI Cabang Makassar Timur)
Krisis distribusi tenaga dokter spesialis di wilayah timur Indonesia bukanlah hal baru. Namun hingga hari ini, solusi jangka panjang yang ideal masih belum menjangkau realitas mendesak di lapangan. Wilayah-wilayah seperti Maluku dan Papua mengalami ketimpangan ekstrem dalam ketersediaan dokter spesialis, dari kebidanan, bedah, penyakit dalam, anestesi,dan spesialisasi lainnya.
Data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 40% rumah sakit tipe C dan D di kawasan Indonesia Timur tidak memiliki dokter spesialis tetap.
Beberaparumahsakitbahkantelahmemilikiruangoperasilengkap,namuntidakdapatberfungsi karena tidak ada Dokter Spesialis Bedah, Spesialis Obgyn, Spesialis Anestesi, atau Spesialis penyakit dalam dan sejawat spesialis lainnya. Akibatnya, kasus-kasus gawat darurat seperti persalinan bermasalah, Multiple trauma, peritonitis, hingga stroke, terpaksa dirujuk ke ibu kota provinsi yang hanya bisa diakses lewat laut atau udara. Tidak sedikit nyawa melayang dalam perjalanan.
Ironisnya, ketika problem ini telah berlangsung bertahun-tahun, solusi yang baru-baru saja muncul dari pusat adalah wacana memperbolehkan dokter umum melakukan tindakan bedah mayor seperti operasi sesar. Wacana ini tentu menimbulkan polemik. Di satu sisi, kebutuhan tenaga sangat mendesak. Tapi di sisi lain, memperluas kewenangan tanpa jalur pendidikan yang tepat justru membuka risiko malpraktik dan menurunkan mutu layanan kesehatan.
Di tengah ketegangan tersebut, ada satu pendekatan yang sebenarnya sudah terbukti efektif, legal, dan tetap menjaga mutu layanan, yaitu penempatan residen tingkat akhir dari fakultas kedokteran ke wilayah kekurangan dokter spesialis.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas), Makassar, adalah pelopor pendekatan ini. Sejak beberapa dekade lalu, FK Unhas secara konsisten mengirimkan residen tingkat akhir ke rumah sakit daerah di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Para residenini adalah calon spesialis yang sudah berada di fase akhir pendidikan, telah terlatih melakukan tindakan bedah dan non-bedah, serta berada dalam pengawasan akademik dari dosen pembimbingnya. Mereka bukan hanya “pengganti sementara”, tapi solusi jangka pendek yang tetap menjunjung profesionalisme dan kompetensi.
Keberadaan residen tingkat akhir di rumah sakit daerah terbukti membawa dampak signifikan. Saat kekosongan dokter Spesialis di Di Halmahera Tengah periode 2020an ,kehadiran residen bedah , residen Interna, dan residen anak selama enam bulan berhasil menurunkan angka rujukan sebesar 40%. Di Selayar, Sulawesi selatan, residen bedah bahkan mengerjakan kasus-kasus bibir sumbing, prostat, gondok sehingga. Pasien tak perlu dirujuk ke jauh-jauh ke Makassar. Efek keberadaan residen terasa langsung di lapangan.
Dalam konteks krisis pemerataan layanan spesialistik, kampus kedokteran seperti Universitas Hasanuddin patut di contohi. Sudah saatnya perguruan tinggi lainnya jugamelakukan hal setupa, terutama yang memiliki program pendidikan dokter spesialis, menjadi bagian dari solusi distribusi layanan kesehatan nasional. Residen bukan hanya pelajar, mereka adalah “tenaga transisi” yang sah, terlatih, dan siap membantu negara mengisi kekosongan yang akut.
Baca halaman selanjutnya ...
Komentar