Dokter Spesialis sebagai Pilar Masa Depan Halmahera Tengah

Sebagai seorang dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, saya memahami betul medan perjuangan itu. Dari ujian seleksi yang ketat, masa pendidikan yang panjang, tekanan klinis, hingga beban emosional menyaksikan pasien datang dan pergi. Ini adalah profesi yang menuntut ketekunan, dedikasi, dan pengorbanan waktu serta jarak, termasuk jarak dari keluarga dan kampung halaman.
Namun di balik itu semua, saya percaya bahwa hanya anak-anak muda di Halmahera Tengah yang benar-benar memiliki kesetiaan untuk kembali dan membangun kampung daerahnya sendiri. Jika bukan kita yang menanggung tanggung jawab ini, lalu siapa? kita tidak bisa selamanya berharap pada tenaga kontrak dari luar yang belum tentu memiliki kedekatan emosional maupun ikatan budaya dengan Halmahera Tengah.
Bayangkan jika kita memiliki tenaga spesialis sendiri: dokter bedah, internis, psikiater, dokter mata, dokter THT, dokter anak, dan seterusnya—yang bukan hanya bekerja secara teknis, tapi hadir dengan pemahaman konteks sosial dan budaya masyarakat setempat. Mereka akan menjadi lebih dari sekadar tenaga kesehatan; mereka akan menjadi penjaga kehidupan masyarakat Halmahera Tengah.
Investasi daerah dalam pendidikan tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan kesadaran kolektif dari generasi mudanya. Kesadaran bahwa beasiswa bukan hadiah, tapi amanah. Kesadaran bahwa kesempatan belajar ke luar daerah adalah bentuk kepercayaan, bukan liburan.
Pemerintah telah menyediakan kendaraan. Tinggal siapa yang mau menyetirnya menuju masa depan. Dalam hal ini, perlu kerja kolaboratif antara sekolah-sekolah, lembaga agama, tokoh adat, alumni sukses, dan pemerintah daerah untuk membangun narasi kolektif tentang pentingnya menjadi SDM unggul untuk membangun daerah sendiri. Perlu ada pembinaan jangka panjang, dari SMA bahkan SMP, agar anak-anak muda di Halmahera Tengah punya visi dan mimpi besar sejak awal.
Saya menulis ini sebagai refleksi, tapi juga sebagai ajakan. Bahwa meskipun pendidikan dokter spesialis tidak mudah, ia sangat mungkin dicapai dengan usaha dan ketekunan. Saya percaya, jika kita mulai dari sekarang—membina, mempersiapkan, dan memberi contoh nyata—maka dalam waktu tak lama, kita akan melihat lebih banyak anak-anak muda di Halmahera Tengah berdiri gagah di ruang operasi, ruang rawat, dan ruang konsultasi. Bukan sebagai tamu, tapi sebagai tuan rumah.
Karena sekali lagi, jika bukan kita yang bersekolah untuk daerah ini, siapa lagi?
Komentar