Kabupaten Kao Raya Sebagai Hinterland Ekonomi Strategis Provinsi Maluku Utara

Mohammad A. Adam

Kini, Kao Raya tak hanya dikenal karena sejarah perangnya. Kawasan ini mencerminkan keberagaman Indonesia. Komunitas etnis seperti Pagu, Modole, Tobelo, Galela, serta pendatang dari Sulawesi, Jawa, Ambon, dan Makian hidup berdampingan. Perpaduan ini menjadikan Kao sebagai ruang multikultural yang hidup—miniatur Indonesia di timur Nusantara.

2. Kao Raya dan Masa Depan Maluku Utara: Dari Titik Pinggiran Menuju Episentrum Pertumbuhan Baru

Di balik hening gugusan kampung di Kao Raya, tersimpan potensi yang besar namun lama terabaikan. Wilayah yang pernah menjadi rebutan kekuatan global—Jepang dan Amerika Serikat—pada masa Perang Pasifik, kini masih bergulat dengan status nasionalnya sebagai kawasan 3T: Tertinggal, Terluar, dan Terpinggirkan. Padahal, kawasan ini menyimpan aset strategis yang bisa menjadi motor pertumbuhan baru di jantung Pulau Halmahera.

Kao Raya bukan sekadar batas administratif. Ia adalah simpul sejarah, perlintasan ekonomi, dan ruang sosial yang hidup. Namun hingga kini, kawasan ini masih menghadapi tantangan besar: kurangnya perhatian dalam desain pembangunan nasional, terbatasnya infrastruktur ekonomi, dan program transmigrasi yang tidak terintegrasi secara inklusif.

Selama ini, program-program pembangunan yang hadir cenderung bersifat top-down, minim partisipasi, dan kurang bersentuhan dengan potensi lokal. Padahal, masyarakat Kao Raya tidak hanya menunggu—mereka juga memiliki gagasan dan harapan. Salah satunya: menjadikan Kao Raya sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) di daratan Halmahera bagian utara. Ini bukan sekadar soal pemekaran, melainkan upaya membuka simpul pertumbuhan ekonomi yang selama ini tersumbat akibat kelemahan tata kelola. Bila potensi alam dan dukungan masyarakat lokal kita hitung, Kao Raya sudah sangat layak menjadi kabupaten sendiri.

3. Menata Titik Tumbuh Ekonomi di Kawasan Strategis

Dalam perspektif pembangunan regional, Kao Raya memiliki ciri khas alami sebagai titik pertumbuhan (growth point). Teori ini menyatakan bahwa aktivitas ekonomi cenderung terpusat pada satu titik lokal, lalu menyebar pengaruhnya ke kawasan sekitar. Dalam konteks Maluku Utara, kawasan-kawasan seperti Kao, Tobelo, Morotai, Wasile, hingga Weda dan Sofifi memiliki struktur nodal yang saling berhubungan.

Jika kebijakan pembangunan diarahkan untuk menguatkan titik-titik pertumbuhan ini, maka kawasan seperti Kao Raya dapat menjadi epicentrum pertumbuhan baru di Maluku Utara. Apalagi, kawasan ini telah memiliki simpul transmigrasi yang bisa dioptimalkan, seperti Desa Doro, Patang, dan Daru yang strategis sebagai jalur distribusi hasil pangan, perikanan, dan peternakan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...