Kabupaten Kao Raya Sebagai Hinterland Ekonomi Strategis Provinsi Maluku Utara

Oleh : Mohammad A. Adam
1. Kao Raya: Jejak Budaya di Titik Letup Perang Pasifik
Di sepanjang garis pantai Teluk Kao, dari utara ke selatan, kehidupan masyarakat lokal masih diwarnai oleh tradisi dan kepercayaan yang telah berakar ratusan tahun. Di tengah dunia yang terus berubah, masyarakat Kao Raya tetap memegang teguh nilai-nilai religius, solidaritas komunal, dan rasa saling menjaga antarwarga. Mereka hidup dalam bingkai adat dan spiritualitas, yang bukan hanya menjadi warisan, tapi juga pegangan hidup sehari-hari.
Kawasan ini tak hanya penting secara budaya. Sejarah mencatat, Kao Raya pernah menjadi salah satu titik strategis dalam Perang Dunia II, ketika kekuatan global berebut kendali atas Pasifik. Dalam catatan kolonial Belanda, sejak abad ke-19 wilayah Halmahera Utara telah menjadi incaran karena kekayaan rempah-rempah dan posisinya yang menghubungkan jalur pelayaran timur Indonesia. Namun puncak ketegangan terjadi saat Jepang dan Amerika Serikat menjadikan Kao dan Morotai sebagai medan tempur pada awal 1940-an.
Pada tahun 1941, Jepang masuk dengan kekuatan penuh ke kawasan ini. Morotai dan Kao dijadikan basis militer untuk menyokong ambisi mereka menguasai Asia Tenggara. Dari wilayah inilah, tentara Jepang menyebarkan propaganda: mereka menjatuhkan pamflet dari udara, menyuarakan janji-janji pembebasan Asia dari kolonialisme Barat, dan menyerukan persaudaraan dengan bangsa-bangsa Asia.
Salah satu pamflet bahkan menggambarkan Jepang bukan sebagai penjajah, melainkan “kakak” yang datang untuk “makan pisang bersama” rakyat Asia Tenggara. Namun kenyataannya jauh berbeda. Jepang memperlakukan tanah, manusia, dan seluruh alam sebagai milik Kekaisaran Nippon. Sistem kerja paksa romusha diterapkan—ribuan warga lokal dipaksa bekerja tanpa upah dalam kondisi yang mengenaskan.
Situasi ini berubah drastis pada 15 September 1944. Dari geladak kapal perang USS Nashville, Jenderal Douglas MacArthur memimpin Operasi Morotai. Wilayah pantai dan pedalaman Kao dihujani bom oleh tentara Sekutu. Morotai, dan kawasan sekitarnya, dijadikan titik awal untuk mendesak mundur kekuatan Jepang di Asia. Dalam laporan staf MacArthur bertajuk The Campaigns of MacArthur in the Pacific (1966), ia menyebut keberhasilan operasi ini sebagai langkah strategis untuk “menata masa depan Amerika Serikat dan Indonesia”.
Namun, yang tak tercatat dalam banyak laporan perang adalah jejak-jejak yang ditinggalkan di tanah ini. Reruntuhan bunker, cerita tentang kerja paksa, hingga trauma kolektif masih tersimpan dalam ingatan warga tua di desa-desa Kao. Di balik lanskap yang kini tenang, Kao Raya menyimpan memori tentang bagaimana sebuah kampung adat bisa menjadi saksi pergulatan ideologi global.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar