Antara Kehancuran Tubuh dan Kesadaran Etis Global
Filsafat Perang Modern

Walter Benjamin dalam "Theses on the Philosophy of History" (1940) menulis bahwa "setiap dokumen peradaban juga merupakan dokumen barbarisme." Perang modern menghancurkan monumen, artefak, dan identitas budaya, yang oleh negara sering dijustifikasi sebagai bagian dari strategi.
Fakta yang tidak terelakkan kini bahwa, ketegangan antara Israel dan Iran kian menguat. Keduanya memiliki posisi strategis yang memantik perhatian dunia: Israel dengan kekuatan militer superior dan dukungan dari blok Barat, sementara Iran memperlihatkan ambisi kekuatan regional dan kemampuan pengembangan teknologi nuklir.
Baca Juga: Setahun Genosida di Gaza, Pemimpin Dunia Makin Pandai Beretorika
Ketegangan ini, jika tidak dikelola secara bijak, dapat memantik perang terbuka, bahkan membawa umat manusia ke ambang Perang Dunia III. Inilah yang kemudian dikhawatirkan oleh Masyarakat global akan kemungkinan pecahnya Perang Dunia III akibat konflik Israel-Iran.
Meski terlalu dini untuk menyimpulkan namun akibat perang yang melibatkan senjata bilogis maupun nuklir yang berskala besar jika digunakan maka akan membawa implikasi yang fatal terhadap keberlanjutan peradaban manusia.
Selain kehancuran ekologis, tubuh-tubuh generasi mendatang akan mewarisi kerusakan genetik akibat radiasi, gangguan mental kolektif, dan perpindahan populasi besar-besaran akibat bencana nuklir.
Dalam kerangka ini, filsafat perang adalah bentuk peringatan: bahwa sejarah manusia berpotensi menghapus dirinya sendiri melalui kekuatan yang ia ciptakan.
Tubuh Budaya dalam Perang Global
Tubuh dalam filsafat Timur Tengah bukan sekadar entitas biologis, tetapi juga manifestasi dari kehormatan, nilai spiritual, dan eksistensi kolektif. Mati syahid bukan sekadar kematian, tetapi puncak dari kehidupan bermakna.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar