Antara Kehancuran Tubuh dan Kesadaran Etis Global
Filsafat Perang Modern

Oleh: Syahyunan Pora
(Pengajar Filsafat Pada Fakultas Ilmu Budaya & Program Pasca-Doktoral Ilmu Manajemen Universitas Khairun serta Pengajar Filsafat Pada Program Pasca-Magister Ilmu Administrasi UMMU)
MalutPost.com -- Konflik bersenjata yang sekarang terjadi antara Israel dan Iran, memperlihatkan kepada kita bahwa perang telah masuk pada fase babak baru yang tidak hanya melibatkan tekhnologi canggih di era modern ini, melainkan ancaman dibawah bayang-bayang kehancuran manusia dengan sejumlah senjata pemusnah massal.
Baca Juga: Membangun Nalar Kritis di Era Digital: Tinjauan Madilog
Bukan tidak mungkin senjata biologis dengan skala besar maupun senjata nuklir melalui rudal atau bom atom yang berkali-kali memiliki daya penghancur yang lebih dasyhat ketimbang yang pernah digunakan di Hiroshima dan Nagasaki, bisa jadi tinggal waktu untuk digunakan oleh pihak-pihak yang bertikai.
Perang modern adalah lebih dari sekadar pertikaian bersenjata; ia merupakan ekspresi sistemik dari kekuasaan yang tidak hanya melukai tubuh, tetapi juga merusak tatanan budaya dan makna hidup manusia.
Dengan menggunakan pisau bedah filsafat dari Foucault, Kant, Levinas, hingga Baudrillard dapat dikatakan bahwa tubuh manusia telah direduksi menjadi objek kekuasaan, dan kebudayaan menjadi medan simbolik tempat kekerasan dilegitimasi.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 25 Juni 2025
Perang modern tidak lagi hanya melibatkan perebutan wilayah atau ideologi, melainkan menyentuh hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia yakni hak tubuh atas kehidupannya.
Dalam setiap kali ketika terjadi perang, tubuh manusia sering kali direduksi menjadi angka statistik, menjadi korban dari kebijakan yang diklaim sebagai strategi geopolitik. Bahkan lebih dari itu perang tidak hanya menghancurkan tubuh biologis manusia, tetapi juga kebudayaannya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar