Oleh: Yuliyana Susan Kalengkongan, SE. M.Si
(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Khairun Ternate)
Ternate bukan sekadar kota sejarah yang menyimpan jejak kejayaan rempah-rempah dunia. Ia adalah ruang hidup yang penuh dengan kearifan lokal, tradisi adat, dan semangat masyarakat yang tak lekang oleh waktu.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, geliat pembangunan dan pariwisata yang semakin pesat memunculkan pertanyaan penting: ke arah mana wajah Ternate sedang dibentuk?
Pariwisata sering dipahami sebagai soal mempercantik tempat memoles taman kota, memperbaiki jalan, membangun spot foto, dan memperbanyak atraksi visual. Tidak salah.
Tapi ketika pembangunan hanya berhenti pada aspek visual dan estetika, maka kita kehilangan satu potensi besar: kreativitas masyarakat lokal.
Mengapa Kreativitas Penting?
Kreativitas adalah jantung dari pariwisata yang berkelanjutan dan bermakna. Kreativitas membuat wisatawan tidak hanya datang untuk melihat, tetapi juga untuk berinteraksi, belajar, dan merasakan sesuatu yang khas dari daerah yang dikunjunginya.
Di sinilah konsep pariwisata kreatif berperan, berbeda dari pariwisata konvensional yang hanya menonjolkan objek, pariwisata kreatif mengedepankan pengalaman.
Wisatawan bisa ikut membuat kain tenun, belajar memasak kuliner khas Ternate seperti gohu ikan atau papeda, mendengarkan kisah rakyat dari warga, bahkan mengikuti prosesi adat seperti Kololi Kie. Kegiatan ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga membuka ruang apresiasi terhadap budaya lokal.
Baca Halaman Selanjutnya..
Potensi Besar di Tengah Laut Rempah
Ternate memiliki modal dasar yang sangat kuat untuk membangun pariwisata kreatif: kearifan lokal yang hidup. Tradisi Kesultanan Ternate, ritual pengusiran roh halus atau Salai Jin, keahlian nelayan dalam membaca musim laut, kearifan menjaga Gunung Gamalama, serta kesenian seperti musik tifa dan tari cakalele adalah warisan budaya yang bukan hanya layak dijaga, tapi juga bisa menjadi bagian dari pengalaman wisata yang otentik.
Ternate juga kaya akan potensi ekowisata. Kreativitas dapat mendorong pengelolaan destinasi secara berkelanjutan, misalnya dengan membangun jalur wisata edukatif ke Gunung Gamalama, menyusun paket wisata menyelam dengan edukasi lingkungan di sekitar Pulau Maitara dan Tidore, atau mengembangkan agrowisata cengkeh yang terintegrasi dengan cerita sejarah perdagangan rempah-rempah.
Di sinilah pentingnya menjadikan masyarakat lokal bukan hanya penonton, tetapi pelaku utama. Ketika mereka diberi ruang untuk mengekspresikan kreativitas baik melalui kerajinan, kuliner, seni pertunjukan, atau cerita, maka pariwisata tidak hanya menghidupkan kota, tapi juga menguatkan identitas dan ekonomi warga.
Ancaman Gentrifikasi dan Homogenisasi
Sayangnya, jika tidak hati-hati, pembangunan yang hanya berfokus pada “menarik wisatawan” secara visual dapat membawa dampak negatif. Kita melihat fenomena gentrifikasi, yaitu ketika warga lokal mulai tersingkir dari kawasan strategis karena naiknya harga tanah dan biaya hidup.
Tempat-tempat yang dulunya hidup dengan interaksi sosial, kini berubah menjadi deretan kafe dan hotel yang terputus dari budaya sekitarnya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Selain itu, tren reproduksi serial. Yakni, pembangunan destinasi yang seragam dari satu kota ke kota lain, membuat kota-kota kehilangan keunikannya. Ternate bisa saja menjadi “tempat yang cantik”, tapi tidak lagi terasa sebagai Ternate.
Kreativitas Sebagai Jalan Baru
Sudah waktunya kita melihat kreativitas sebagai aset utama pembangunan pariwisata. Ini bukan berarti menolak pembangunan fisik, tapi mengarahkannya agar berpijak pada identitas lokal dan memberdayakan masyarakat.
Pemerintah kota, komunitas budaya, pelaku pariwisata, dan generasi muda perlu duduk bersama merancang program pariwisata yang berbasis pada partisipasi dan nilai budaya. Festival budaya, tur edukatif berbasis komunitas, sekolah wisata kreatif, hingga inkubasi UMKM kreatif bisa menjadi langkah konkret.
Platform digital juga dapat digunakan untuk menghadirkan tur virtual, katalog produk budaya, hingga aplikasi informasi wisata. Di sinilah kreativitas digital membuka pintu menuju wisata berbasis pengalaman dan teknologi.
Dengan begitu, Ternate tidak hanya menarik dari luar, tapi juga kaya makna dari dalam.
Penutup
Pariwisata bukan soal memperlihatkan yang indah, tetapi memperkenalkan yang bermakna. Kreativitas masyarakat Ternate adalah aset yang tak tergantikan. Jika itu diberi ruang dan dihargai, maka kota ini tidak hanya menjadi tujuan wisata, tetapi juga sumber inspirasi. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Jumat, 30 Mei 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/05/jumat-30-mei-2025.html