Antara Panggung Monolog dan Dialog Demokratis

Framing Medsos Kepala Daerah

Gubernur Dedi: Komunikasi Dialogis dan Framing Partisipatif

Berbanding terbalik, konten media sosial Gubernur Jawa Barat memperlihatkan pola komunikasi dua arah yang lebih terbuka. Warga tidak hanya hadir sebagai latar, tetapi sebagai aktor yang menyampaikan keluhan, berdiskusi, bahkan mengkritik secara langsung. Gubernur hadir sebagai pendengar dan fasilitator, bukan hanya sebagai penyelamat.

Framing yang digunakan di sini lebih bersifat tematik (thematic framing), di mana persoalan ditampilkan dalam konteks struktural dan naratif yang utuh. Masalah tidak dipotong dalam fragmen-fragmen kecil untuk memudahkan pencitraan, melainkan ditampilkan secara kontekstual dari sebab, akibat, hingga proses penyelesaian.

Model ini tidak hanya memperkuat citra pemimpin yang empatik dan terbuka, tetapi juga membangun kepercayaan publik. Masyarakat merasa terlibat secara langsung dalam proses penyelesaian masalah dan tidak sekadar menjadi penonton dalam panggung kekuasaan.

Dampak Framing terhadap Persepsi

Cara seorang pemimpin membingkai komunikasi sangat memengaruhi bagaimana publik menilai legitimasinya. Gaya monolog yang menonjolkan diri memang dapat membangun citra kuat secara instan, namun dalam jangka panjang bisa menimbulkan jarak psikologis antara pemimpin dan rakyat.

Sebaliknya, gaya dialogis membangun kedekatan emosional dan memperkuat relasi kepercayaan, meski membutuhkan proses yang lebih panjang dan kompleks.

Dalam konteks Gubernur Sherly, framing yang terlalu sentralistik berpotensi menghambat tumbuhnya partisipasi warga. Ketika masyarakat tidak diberi ruang untuk menyuarakan permasalahan secara langsung, maka kritik pun hanya akan mengalir melalui jalur informal, atau bahkan berubah menjadi apatisme politik.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...