Jual Beli Lahan dan Nasib Masyarakat di Area Tambang Halmahera Tengah

Halteng Dulu Kaya Hasil Pertanian dan Perkebunan
Kabupaten Halmahera Tengah sebelum massivenya tambang nikel seperti sekarang, dikenal sebagai salah satu daerah pertanian dan perkebunan, kelapa, pala, cengkeh dan kakao. Daerah ini juga memiliki beberapa kawasan transmigrasi sebagai lumbung pangan Halmahera Tengah.
Luas Halmahera Tengah mencapai 227.683 hektar. Namun saat ini luasan lahan itu terbebani 66 izin usaha pertambangan (IUP) dengan luas konsesi mencapai 142.964,79 hektar. Dari luasan itu, sekitar 60% sudah masuk industri tambang. Ada WBN dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Perusahaan ini adalah patungan tiga investor asal Tiongkok Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi. Kawasan IWIP merupakan perusahaan besar yang menguasai lahan di Weda Utara dan Weda Tengah. Selain itu ada juga PT Tekindo Energi, PT First Pacific Mining, PT Zong Hai, PT Bakti Pertiwi Nusantara (BPN).
Data BPS Halmahera Tengah 2015 menunjukan, luas perkebunan pala ada 11. 098,50 hektar. Kelapa 10.246,00 hektar, cengkeh, 1.490,00 hektar, dan kakao 3.436,00 hektar. Di Weda Tengah yang sekarang menjadi pusat industri nikel, luas lahan pala mencapai 253,00 hektar. Kelapa 830,00 hektar, cengkeh 70,00 hektar kakao 361,00 hektar.
Sementara jumlah produksi perkebunan kelapa dan pala lima tahunan sejak 2018 hingga 2022 berdasarkan data BPS menunjukan trend penurunan. 2018 Kelapa : 10.321 ton, pala 13.312. Pada 2019 kelapa ada 8.765,2 sementara pala tidak terdeteksi. Pada 2020 produksi kelapa : 8.097 ton dan pala 1.807,3.
Produksi perkebunan pada 2021 kelapa : 7.874,0 ton dan pala : 1.828,71 pada 2022 produksi kelapa : 1.835,0 ton dan pala 1.485,0 ton.
Pada 2020, Dinas Pertanian Halmahera Tengah merilis panen padi di Desa Woejerana Weda Tengah salah satu desa lumbung pangan di Weda Tengah mencapai 147,28 ton. Pada 2021, panen petani turun drastis jadi 81 ton. Penurunan ini terjadi karena banjir yang merusak tanaman petani. Desa yang berada 38 kilometer dari Kota Weda ini sebelumnya jadi penyokong pangan Halmahera Tengah dan beberapa kabupaten di Maluku Utara.
Kini, kondisinya berubah, sejak banjir bandang besar menerjang desa ini 2020 dan 2021 lahan pertanian rusak tertimbun lumpur. Sejak terdampak banjir sawah jadi semak. Ada dugaan warga banjir terjadi karena hutan di hulu sudah jadi areal tambang nikel. Desa berpenduduk 256 keluarga yang berasal dari Jawa dan Nusa Tenggara Barat itu masuk Halteng sejak 1991 lalu. Desa ini dulunya lumbung pangan. Tapi kini jadi wilayah pelepasan lahan untuk PT IWIP.
Baca halaman selanjutnya ...
Komentar