Jual Beli Lahan dan Nasib Masyarakat di Area Tambang Halmahera Tengah

LAHAN: Sebagian besar lahan di Desa Sagea telah dikuasai perusahaan tambang. Sepanjang jalan menuju kawasan wisata Sungai Sagea ini dulunya milik warga, kini telah dilepas ke perusahaan tambang.

Max Sigoro (65), warga Gemaf, termasuk satu dari segelintir orang yang menolak menjual   lahannya. Ini karena perusahaan belum memenuhi kewajibannya membayar lahan yang mereka tawar sebelumnya.

Dia bercerita, jelang Natal tahun lalu, pihak perusahaan mengajukan tawaran sebesar Rp2 miliar. Mereka sengaja mencari waktu-waktu di mana masyarakat membutuhkan uang lebih. Tentu dengan cara itu, banyak warga yang mau melepas tanah mereka. Tapi tidak bagi dirinya. Kata dia, perusahaan membuat penawaran sesuka hati bagi warga yang kebun atau tanahnya tak punya sertifikat, tanpa ada patokan harga yang jelas.

Tanah milik Max sendiri punya sertifikat lengkap. Meski begitu, perusahaan ingin membeli dengan harga rendah. Pihak perusahaan bahkan telah melakukan pengukuran lahan tanpa sepengetahuannya, dan ketika mereka menunjukkan peta hasil pengukuran, ada selisih 3. 000 meter. Ukuran yang dicantumkan perusahaan hanya 11. 110 meter. Padahal luas lahan miliknya 14. 955 meter.

Dia curiga ada permainan dalam pengukuran lahan. Tujuannya, selisih luasan itu bisa dijual kembali oleh tim yang mengukur.

“Sebagian besar lahan di sekitaran kebun saya semua sudah dijual. Saya tidak tahu sampai kapan saya bisa bertahan. Mungkin nanti saya akan jadi orang terakhir yang akan melepas tanah ke perusahaan,” ujarnya.

Senada,  Abner Dowongi (50), warga Kobe Kulo mengungkapkan pada Januari 2024, Pemerintah Desa Kulo Jaya mengadakan rapat dengan masyarakat. Mereka membahas rencana pelepasan lahan desa yang akan disewa PT IWIP seluas 7 hektare. Anggaran sewa lahan itu   nanti dimanfaatkan untuk bangun masjid dan gereja. Sisanya dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk tali asih. Warga sudah tahu jika pihak perusahaan telah membayar lahan ke pemerintah desa sebesar Rp 1,5 miliar, tetapi hingga kini anggaran itu tak kunjung direalisasikan sesuai peruntukannya.

"Karena itu, masyarakat bersama anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mendatangi rumah Kepala Desa Kulo Jaya, Fadli Sirajuddin, mempertanyakan pencairan anggaran itu dan kesepakatan pembagian dana seperti disepakati melalui rapat sebelumnya," katanya.

Karena tidak ada kejelasan warga kemudian datang ke kantor desa dan melakukan pemalangan. Jual beli tanah di kawasan lingkar tambang menjadi ladang bisnis baru. Banyak pihak yang ingin mencari untung dalam proses tersebut, selain pihak perusahaan yang bermain, pemerintah desa hingga makelar tanah juga ikut mencari untung.

Di momen penting seperti jelang hari raya keagamaan, para makelar tanah sering memainkan aksinya mendekati para pemilik lahan. Mereka tau di saat ini warga membutuhkan uang tambahan.

Baca halaman selanjutnya ...

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Komentar

Loading...