Catatan Tentang Kepemimpinan yang Tidak Ramai Tapi Tidak Diam
Peta Tanpa Jalan dari Sherly Laos

Sherly berdiri di simpang jalan. Ia bisa saja membiarkan sistem berjalan apa adanya, menyesuaikan diri pada logika “asal selamat”. Tapi ia tahu bahwa untuk melompat, seseorang harus terlebih dahulu mengambil ancang-ancang yang tepat.
Maka ia mulai dari hal paling mendasar: membenahi fondasi. Ia tidak tergoda mempercantik etalase sebelum memastikan pondasi bangunan cukup kuat untuk menopang beban masa depan.
Ketika publik menagih bukti nyata dari janji 100 hari kerjanya, Sherly justru mengambil langkah yang terkesan bertolak belakang. Ia menolak berpacu dengan waktu demi kepuasan sesaat. Ia lebih memilih logika dampak ketimbang logika impresi.
Di tengah sorotan media sosial yang haus narasi-narasi cepat dan viral, ia tetap berjalan dalam sunyi meski kadang harus menyisipkan potongan pencitraan agar tetap relevan di mata publik. Tapi jika dicermati lebih dalam, yang sedang ia bangun adalah panggung bukan jalan.
Menariknya, kepemimpinan Sherly ini selalu berkonsultasi dengan tim taktis yang ia percaya, tapi ia lebih mendengar para konsultan politiknya yang mengatur kemenangannya bersama Sarbin Sehe dari awal, dibandingkan para "politisi lokal" yang belakangan mendukungnya.
Dan di mata sebagian orang, sherly sedikit tertutup, bahkan ragu-ragu dalam berkomunikasi tentang kebijakan yang strategis.
Daerah dengan keragaman tinggi seperti Maluku Utara dengan topografi yang memisahkan, politik lokal yang cair, dan ketimpangan yang melebar kemampuan mendengar dari semua pihak adalah kekuatan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar