Tantangan Awal Sherly Laos di Maluku Utara
Menulis Sejarah dari Titik Duka

Oleh: Asmar Hi Daud
(Akademisi)
Dari Simpati ke Legitimasi Politik
Kemenangan Sherly Laos dalam pemilihan Gubernur Maluku Utara bukanlah sekadar momen politik biasa. Ia menandai transformasi penting dalam lanskap komunikasi politik lokal perpindahan dari narasi rasional ke dalam ikatan emosional publik.
Simpati masyarakat atas kepergian mendiang suaminya, yang sebelumnya adalah calon gubernur, menjadi energi sosial yang mengantarkan Sherly ke tampuk kekuasaan.
Namun, kemenangan berbasis emosi tidak bisa menjadi bekal tunggal. Tugas sejati dimulai justru setelah pesta demokrasi usai: mengubah sentimen menjadi substansi, mengubah harapan menjadi arah kebijakan yang terukur.
Menembus Tradisi, Membangun Harapan
Sherly, sebagai gubernur perempuan pertama di Maluku Utara, berhasil menembus benteng tradisi maskulin dalam politik lokal sebuah ruang yang lama didominasi oleh gaya kepemimpinan hierarkis dan eksklusif. Ia memikul beban ekspektasi yang besar di tengah harapan akan lahirnya pola kepemimpinan yang lebih inklusif.
Langkah-langkah awalnya mengindikasikan pendekatan kepemimpinan yang progresif dan aktif. Dalam komunikasi politik, ini dikenal sebagai “politik kehadiran” strategi simbolik yang membangun kepercayaan publik dengan tampil langsung di ruang-ruang sosial masyarakat, dari pesisir Halmahera Selatan hingga lembah-lembah di Pulau Morotai.
Bagi masyarakat Maluku Utara, kehadiran fisik seorang pemimpin merupakan wujud konkret dari kepedulian dan komitmen.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar