Kartini di Tengah Deru Mesin: Suara Perempuan dari Tanah yang Terluka

Kita perlu menyadari bahwa perempuan bukan hanya korban dari sistem ini, tetapi juga subjek yang aktif mengorganisir perlawanan.

Di Desa Kawasi, Pulau Obi, misalnya, perempuan menjadi garda depan dalam menyuarakan penolakan relokasi paksa akibat proyek tambang.

Mereka berjalan kaki dari desa ke kota, membawa spanduk, membawa cerita, dan membawa luka yang tak tertulis dalam dokumen resmi.

Di Halmahera Tengah, perempuan di desa-desa lingkar tambang IWIP mulai memetakan ulang wilayah adat mereka, bukan sekadar untuk menandai batas tanah, tetapi untuk menegaskan bahwa mereka punya sejarah dan hak yang harus dihormati.

Perlawanan ini tidak selalu dalam bentuk konfrontasi langsung. Ia bisa berwujud dalam ritual, dalam nyanyian adat, dalam cerita yang dibacakan di sore hari kepada anak-anak.

Perempuan menggunakan bahasa sebagai alat politik: membangun narasi tanding terhadap mitos pembangunan yang maskulin. Mereka menyusun ulang relasi kuasa dalam ruang keluarga, komunitas, dan bahkan ranah publik menolak tunduk pada dominasi negara maupun pasar.

Teori ekofeminisme memberi kita alat untuk membaca hubungan antara tubuh perempuan dan tubuh bumi secara dialektis. Dalam pandangan ini, kerusakan alam dan penindasan terhadap perempuan saling terkait.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Komentar

Loading...