Kartini di Tengah Deru Mesin: Suara Perempuan dari Tanah yang Terluka

Liputan mendalam tentang dampak industri terhadap perempuan, kisah perjuangan komunitas, dan kritik terhadap kebijakan publik harus menjadi bagian dari kerja jurnalistik yang berpihak pada keadilan sosial.

Lembaga swadaya masyarakat dan organisasi perempuan juga harus memperkuat jaringan solidaritas lintas pulau, lintas wilayah. Gerakan perempuan di Maluku Utara tidak boleh dibiarkan sendiri.

Mereka membutuhkan dukungan hukum, akses informasi, dan pendampingan psikososial. Dalam banyak kasus, perempuan yang berani bicara harus menghadapi tekanan sosial, intimidasi, bahkan kekerasan. Mereka membutuhkan sistem perlindungan dan penguatan kapasitas agar bisa terus berjuang tanpa takut.

Akhirnya, yang kita butuhkan adalah perubahan paradigma. Dari pembangunan yang eksploitatif ke pembangunan yang regeneratif. Dari pembangunan yang maskulin ke pembangunan yang adil gender.

Dari pembangunan yang hanya menghitung keuntungan ekonomi ke pembangunan yang menghargai relasi sosial dan ekologi. Perempuan di Maluku Utara sudah menunjukkan arah ke sana.

Tugas kita adalah mengikuti jejak mereka, memperkuat suara mereka, dan menjadikan mereka sebagai pusat dari setiap keputusan.

Hari Kartini seharusnya menjadi pengingat bahwa perjuangan belum usai. Bahwa meski suara perempuan sering dianggap lirih, ia tetap bergema dalam sejarah dan masa depan bangsa.

Bahwa dari rahim ibu bumi yang terluka, lahir generasi yang berani melawan dan merawat harapan. Dan bahwa pembangunan sejati adalah pembangunan yang lahir dari keberanian mendengar mereka yang paling kerap dibungkam. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Komentar

Loading...