Pemerintah Daerah, Mitigasi Bencana, Edukator Publik

Herman Oesman

Ketiga, Pemerintah daerah juga harus melibatkan masyarakat dalam proses edukasi kebencanaan. Hal ini sesuai dengan pandangan Alexander (2002: 160), bahwa kesiapsiagaan masyarakat hanya dapat dibangun melalui pendidikan dan partisipasi publik yang berkelanjutan.
Konteks ini menegaskan, pemerintah daerah harus bertindak sebagai edukator publik yang cerdas dalam menyampaikan pesan yang lebih rasional, bukan emosional, yang hanya melahirkan beragam persepsi dan spekulasi.

Meskipun kerangka hukum telah tersedia, implementasi pada tingkat lokal masih ditemukan berbagai kelemahan. Banyak daerah belum memiliki peta risiko bencana yang memadai dan minim anggaran untuk kegiatan mitigasi.

Di sisi lain, pembangunan daerah acap kali mengabaikan aspek risiko bencana.
Tatkala muncul bencana, pemerintah daerah tiba saat, tiba akal.
Ketika bencana tiba, pemerintah daerah lebih bertindak sebagai sinterklas, yang setiap bencana ke bencana, tetap bertindak serupa, tanpa mampu keluar dari lingkar problema bencana itu.

Untuk itu, sangat diperlukan penguatan kapasitas pemerintah daerah melalui pelatihan dan integrasi kebijakan lintas sektor (Lassa, 2013: 34). Tak hanya itu, diperlukan pula pemanfaatan teknologi dan data spasial untuk mendukung perencanaan yang akurat dan prediktif (Marfai & Hizbaron, 2011: 278).

Pendekatan berbasis komunitas yang melibatkan kearifan lokal dalam strategi mitigasi (Gaillard & Mercer, 2013: 97) perlu dipertimbangkan, agar dapat meminimalisir korban berjatuhan, dan korban harta benda.

Pemerintah daerah yang berbasis mitigasi bencana bukan sekadar merespon terhadap bencana, melainkan pentingnya suatu sistem tata kelola yang preventif, adaptif, dan kolaboratif.

Dengan integrasi kebijakan yang tepat, pelibatan masyarakat, dan perencanaan pembangunan berbasis risiko, Maluku Utara dapat membangun ketangguhan yang berkelanjutan di tengah ancaman bencana yang terus berkembang. []

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...