Dirgahayu Tidore

Nuku, putra kedua Sultan Jamaluddin adalah simbol perlawanan. Setahun sebelumnya, ayahnya diseret dari singgasana Kesultanan dan dibuang ke Batavia pada 1779 oleh Gubernur VOC, Jacob Thomassen. Jamaluddin tak sendiri, ia diasingkan bersama putra pertamanya, Kaicil Badiuzzaman Garomahongi dan adik Nuku, Kaicil Zainal Abidin. Tindakan melenyapkan sosok potensial dengan tuduhan pemberontakan adalah cara kompeni untuk leluasa menguasai, apalagi Gaijira telah benar-benar dalam genggaman mereka.
Patra Alam yang tergiur kuasa sebagai calon pengganti Sultan Gaijira, terseret bujuk rayu sesat Belanda. Ia terkapar tak berdaya, turut bermanuver dalam kolaborasi agresi Toloa. Dan benar yang terjadi kemudian, usai penyerangan yang meluluh lantakkan nurani itu, Tuan Patra diangkat VOC sebagai Sultan Tidore, ia mengawali kepemimpinan yang meruntuhkan martabat Kesultanan Tidore sebagai daerah yang tunduk teratur pada peraturan kompeni.
Kemana arah perjalanan Nuku pasca agresi Toloa itu?. Ia terlebih dulu bergerak ke Patani. Nuku datang kesana, tidak dengan ketakutan dan kecemasan. Patani menjadi medan konsolidasi, sebab selain posisinya yang strategis untuk menjembatani jalur komunikasi dengan pasukan utama di Papua dan Seram, Patani dalam sejarah menjadi poros perlawanan paling strategis.
Nuku memahami alur sejarah bagaimana heroisme Patani dalam jejak pergumulan Kie Raha sebagai panglima utama Gamrange. Kisah menolak tunduk Sangaji Patani dan pengikutnya terhadap Kesultanan Tidore di masa sebelumnya yang baru dapat didamaikan melalui politik kebijaksanaan Sultan Malikul Manan yang tak lain merupakan kakek Nuku adalah isyarat penting. Patani mesti tuntas dalam derap perjuangan Nuku, sebelum akhirnya ia bergerak ke titik lainnya.
Pangeran Nuku yang progresif melakukan itu dengan efektif. Konsolidasi September 1780 itu menjadi jalinan erat antara Nuku, Gamrange dan Papua. Dari sini letupan semangat perlawanan itu menyala, Nuku seolah tahbiskan janji setia untuk menjaga spirit yang ia dengungkan, tak sudi menjadi boneka penjajah dan bersekokongkol dengan mereka yang membikin hidup rakyat jadi lebih susah.
Setelah September yang tuntas, Seram Timur ditetapkan menjadi markas perlawanan. Akhir tahun yang memukau itu, sebuah amanah dititipkan pada Nuku Muhammad Amiruddin. Rakyat Seram dan Papua berdiri dalam barisan setia mendaulatnya sebagai Raja.
Jika ada yang bertanya, kenapa bisa sebegitu cepatnya seorang pangeran yang lari dari penyerangan di bulan Juli di kampung halamannya, lima bulan berikutnya telah didaulat menjadi raja.?.
Sederhananya karena Nuku mewarisi sosok yang dirindukan oleh rakyatnya. Ia bijaksana, tetapi teguh pada perlawanan. Ia tak hanya berkata-kata, tetapi integritasnya teruji dalam aksi-aksi nyata. Perlawanannya atas politik curang VOC Belanda telah menyala semenjak 1768, di zaman Gubernur Hermanus Munnik. Nuku benar-benar menjadi seorang pemberi contoh, di belakang memotivasi-berada bersama-sama dengan barisan perjuangan massa dan gagah berdiri di depan sebagai seorang mujahid yang tak pernah sedikitpun mundur di medan perlawanan.
Baca halaman selanjutnya..
Komentar