DLH dan PUPR Ternate Lambat Jalankan Fungsi Kontrol terhadap Pembongkaran Lahan, Praktisi Hukum: Masyarakat yang Jadi Korban

Ternate, malutpost.com -- Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate diminta melakukan pemeriksaan pada setiap kegiatan pembongkaran lahan hutan produksi yang semakin menjamur di beberapa wilayah.
Hal ini disampaikan praktisi hukum Maluku Utara, Arfius Nurdin. Menurutnya, pembongkaran hutan yang dijadikan pemukiman dengan cara diperjual belikan lahan per kavling semakin banyak terjadi di beberapa kelurahan pada areal tertentu yang letaknya di daerah ketinggian.
"Harus ada pemeriksaan, karena pembongkaran hutan selalu membawa dampak buruk kepada masyarakat ketika terjadi hujan," kata Arfius, Senin (7/4/2025).
Alumni Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM itu mengatakan, jika pembongkaran hutan tidak diperiksa dan dikontrol, maka masyarakat yang akan terus menjadi korban saat terjadi bencana seperti banjir.
Contohnya banjir yang terjadi di malam takbiran Idulfitri tanggal 31 Maret 2025 pada Kelurahan Rua, Jambula, Kastela, Sasa dan Gambesi yang sampai saat ini dampaknya kepada masyarakat masih ada.
"Ketika hujan turun luapan air deras mengalir dari areal ketinggian menuju areal dataran terendah, air tidak lagi melewati jalur selokan dan berangka. Air yang mengalir merusak selokan, jalan raya, bangunan pemukiman warga bahkan sampai merenggut korban jiwa," jelasnya.
"Peristiwa malam takbiran juga mengingatkan masyarakat pada tragedi banjir Rua di tahun 2024 lalu," kata Arfius.
Ia menegaskan, ini sejalan dengan pemberitaan media online pada Februari lalu tentang Pemkot Ternate hentikan pembukaan lahan hutan konversi untuk pemukiman di Kelurahan Ngade dan Kelurahan Sasa yang di lakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate.
Menariknya juga, pada pemberitaan akhir Maret lalu Sekretaris Kota Ternate, Rizal Marsaoly mengungkapkan Pemkot Ternate akan membatasi pembukaan lahan baru untuk pemukiman, tentunya itu merupakan pernyataan tegas dan wajib diseriusi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
"Makanya DLH sesuai tugas dan fungsinya harus mengawasi setiap kegiatan rencana usaha atau kegiatan pembangunan yang berdampak terhadap lingkungan. Begitu pula, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang membidangi penataan ruang dan izin membangun yang disebut persetujuan bangunan gedung (PBG), agar tidak dianggap lemah dalam menjalankan tugas dan fungsi," tegasnya.
Arfius bilang, harusnya dua OPD tersebut menyiapkan lahan untuk dikomersilkan dengan cara dijual per kavling. Tapi sebelum itu wajib memiliki ijin terlebih dahulu. Sebab kegiatan pembongkaran lahan yang dirubah untuk keuntungan sudah diatur dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 Tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko yang diatur dalam pasal 4 untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha.
"Sehingga pelaku usaha wajib memenuhi, persyaratan dasar perizinan berusaha dan perizinan berusaha berbasis risiko," katanya.
Selain itu, kata Arfius, pada pasal 5 ayat (1), bahwa persyaratan dasar perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi.
Sementara, ketentuan mengenai persyaratan dasar perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup serta bangunan gedung. Karena, peraturan pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 4 yaitu setiap rencana usaha atau kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal, UKL-UPL atau SPPL.
"Dari instrumen peraturan perundangan-undangan inilah sangat jelas untuk DLH Kota Ternate wajib melakukan penghentian setiap kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan dan yang tidak memiliki perizinan," paparnya.
Arfius menyebut, di peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang, peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung.
"Artinya tanggung jawab Dinas PUPR adalah melakukan pengawasan peruntukan lahan dan memastikan apakah yang direncanakan sudah sesuai dengan pemanfaatan penataan ruang atau tidak sebagaimana diatur dalam Perda Kota Ternate Nomor 02 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kota Ternate Tahun 2012-2032," cetusnya.
"Secara aturan sangat jelas, tetapi yang terjadi selama ini DLH dan PUPR terkesan sangat lambat menanggapi masalah yang sangat kritis ini, bukti yang paling nyata adalah pembongkaran lahan yang baru ditindak setelah terjadi bencana. Ini tentu menjadi catatan penting bagi Wali Kota M Tauhid Soleman dan Wakil Wali Kota, Nasri Abubakar melalui Sekretaris Kota Ternate, Rizal Marsaoly," tandas Arfius. (one)
Komentar