Site icon MalutPost.com

Peran Pendidikan dalam Mencegah Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak di Maluku Utara

Oleh: Dr. Yumima Sinyo, S.Pd., M.Si.
(Ketua dan Anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (SATGAS PPKPT Universitas Khairun)

Pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan masalah serius yang dihadapi banyak wilayah di Indonesia, termasuk di Provinsi Maluku Utara.

Kasus-kasus pelecehan seksual seringkali terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan seksual fisik hingga pemaksaan seksual verbal.

Meskipun pemerintah dan berbagai lembaga telah berusaha menangani masalah ini, angka kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak masih cukup tinggi.

Berdasarkan data, periode 2021-2023, kekerasan terhadap anak di Maluku Utara mengalami peningkatan yang signifikan, dengan kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling dominan.

Jumlah kasus kekerasan terhadap anak meningkat dari 167 kasus pada tahun 2021 menjadi 237 kasus pada tahun 2023 dan korban terbanyak ialah anak perempuan.

Kota Ternate merupakan kota dengan kasus kekerasan anak paling signifikan dengan total 110 anak menjadi korban pada periode 2021-2023. Data ini diambil dari data Simfoni yang dihimpun oleh Halamahera post.

Baca Halaman Selanjutnya..

Adapun yang menjadi penyebab peningkatan kasus, diantaranya: budaya patriarki, kemiskinan, pernikahan dini dan relasi kekuasaan. Hal ini tentu menjadi masalah yang harus segera diselesaikan.

Salah satu upaya yang dianggap efektif dalam pencegahan kekerasan seksual adalah melalui pendidikan, baik yang diberikan di sekolah, keluarga, maupun melalui program-program kesadaran sosial.

Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku individu, termasuk dalam memahami hak asasi manusia, batasan-batasan fisik, serta konsep konsensualitas dalam hubungan antarindividu.

Pendidikan yang baik dapat membantu mencegah terjadinya pelecehan seksual dengan mengajarkan tentang pentingnya penghormatan terhadap hak tubuh setiap individu, pemahaman tentang kekerasan seksual, serta langkah-langkah yang bisa diambil jika seseorang menjadi korban.

Di Maluku Utara, seperti di banyak daerah lain, terdapat tantangan budaya yang berkaitan dengan kesadaran akan hak-hak perempuan dan anak.

Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi bagaimana pendidikan, baik formal (di sekolah) maupun non-formal (di rumah dan komunitas), dapat berperan dalam pencegahan pelecehan seksual.

Baca Halaman Selanjutnya..

Topik mendeskripsikan sejauh mana pendidikan yang diterima oleh anak-anak, perempuan, dan masyarakat di Maluku Utara dapat membantu dalam mencegah pelecehan seksual dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Hal ini dapat didasarkan pada UU ini memberikan perlindungan terhadap anak, baik dalam ranah keluarga, masyarakat, maupun negara.

Undang-undang ini mengatur hak-hak anak dan memberikan perlindungan dari eksploitasi, kekerasan fisik dan seksual, serta penelantaran.

Dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). UU ini dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, termasuk perempuan dan anak, dan memberikan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku.

Ini adalah undang-undang yang mengatur kekerasan seksual secara lebih komprehensif dan melindungi hak-hak korban dalam proses hukum.

Kekerasan seksual terjadi dimana-mana tidak hanya terjadi di strata Pendidikan Dasar dan Menegah tetapi juga di Perguruan Tinggi.

Baca Halaman Selanjutnya..

PERMENDIKBUDRISTEK NOMOR 30 TAHUN 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi dan PERMENDIKBUDRISTEK NOMOR 55 TAHUN 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan enam bentuk kekerasan di lingkungan Perguruan Tinggi.

Merupakan dua aturan yang menjelaskan tentang enam bentuk kekerasan, mekanisme pencegahan, penanganan dan sanksi bagi elemen perguruan tinggi yang melakukan enam bentuk kekerasan yaitu;

Kekerasan fisik, kekerasan Psikis, kekerasan Perundungan, Kekerasan Seksual, Kekerasan Diskriminasi dan Intoleran, serta Kebijakan yang mengandung kekerasan.

Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk memberikan lingkungan yang aman bagi seluruh civitas akademika, baik mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan.

Dengan adanya peraturan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa perguruan tinggi memberikan perlindungan terhadap hak-hak semua individu di dalamnya, terutama dari kekerasan seksual.

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 memberikan landasan hukum untuk memastikan bahwa korban kekerasan seksual tidak diabaikan, mendapatkan dukungan, dan mendapatkan keadilan.

Dalam upaya untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman, pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk memenuhi standar internasional terkait hak asasi manusia, khususnya terkait dengan perlindungan perempuan dan anak.

Baca Halaman Selanjutnya..

Hal ini sejalan dengan berbagai konvensi internasional yang mengatur tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak, termasuk dalam Pendidikan.

Menyimak sambutan Gubernur Maluku Utara sebagai Pembina PKK Provinsi dalam momen pelantikan pengurus PKK Provinsi dan delapan Kabupaten Kota di Provinsi Maluku Utara.

Menegaskan bahwa salah satu program perioritas PKK yang ditawarkan untuk baik dilakukan yaitu melakukan sosialisasi pencegahan pelecehan seksual pada anak.

Hal ini sejalan dengan program pemerintah dimana Program sosialisasi pelecehan seksual pada anak dapat dibagi menjadi beberapa komponen utama, yaitu materi pendidikan, metode pengajaran, serta keterlibatan orang tua dan masyarakat.

Dan yang paling penting adalah komponen edukasi kepada anak yang difokuskan pada empat point penting yaitu:

1. Pendidikan Tentang Tubuh dan Batasan: Anak-anak diajarkan mengenai nama bagian-bagian tubuh mereka, serta pengetahuan tentang batasan tubuh. Mereka harus tahu bahwa hanya orang yang dipercaya (seperti orang tua atau dokter) yang boleh menyentuh bagian tubuh tertentu dalam situasi yang sesuai, seperti pemeriksaan medis.

2. Pengajaran Tentang Persetujuan (Consent): Anak-anak diajarkan tentang konsep persetujuan—bahwa mereka berhak untuk mengatakan “tidak” jika seseorang ingin menyentuh mereka atau melakukan sesuatu yang tidak nyaman.

Baca Halaman Selanjutnya..

3. Mengenali Tanda-Tanda Pelecehan Seksual: Mengajarkan anak-anak tentang berbagai bentuk pelecehan seksual, baik verbal, fisik, maupun yang dilakukan melalui media digital (seperti gambar atau pesan seksual).

4. Simulasi atau Role Play: Menggunakan simulasi atau role play untuk mengajarkan anak bagaimana cara menghindari situasi berisiko dan bagaimana mereka bisa berbicara (Speak Up) dengan orang dewasa jika mereka merasa tidak aman.

Program pendidikan tentang sosialisasi pelecehan seksual pada anak harus menjadi upaya bersama yang melibatkan sekolah, orang tua, komunitas, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan seksual.

Dengan edukasi yang tepat, diharapkan anak-anak dapat mengenali tanda-tanda pelecehan, memahami hak-hak mereka, serta tahu bagaimana cara melindungi diri dan melaporkan kejadian tersebut dengan aman.

“Pendidikan adalah fondasi dari perubahan. Melalui pendidikan, kita bisa menanamkan sikap peduli dan menghargai setiap individu, serta menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan.” (*)

Exit mobile version