Ibu Gubernur, Ini Opsi Pendanaan Pemda (Bagian II)

Oleh: Werdha Candratrilaksita, S.E., M.A.P.
(PNS Kementerian Keuangan dan Mahasiswa Doktor Administrasi Publik Universitas Diponegoro)
Penulis meralat kata “KPBU” pada proyek Simpang Susun Semanggi dan Taman BMW di Jakarta pada era Gubernur Ahok. Kedua proyek tersebut bukanlah KPBU, namun pembiayaan proyek dengan menggunakan dana pengenaan sanksi kelebihan lantai bangunan dan tanggung jawab sosial Perusahaan (CSR), tanpa melalui kas umum daerah.
Pada akhirnya Perusahaan harus menyerahkan aset proyek tersebut ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah mencatat aset tersebut di neraca pemerintah daerah dan mencatat pendapatan hibah berupa barang (aset) pada laporan realisasi anggaran. Pada akhirnya tetap harus dicatat atau melalui mekanisme APBD.
Polemik terjadi karena perbedaan penafsiran pengakuan pendapatan hibah atas dana sanksi dan CSR, apakah diakui sebagai pendapatan berupa kas atau pendapatan berupa barang.
Jika diakui sebagai pendapatan berupa kas, maka pendapatan diakui saat kas disetorkan ke kas umum daerah, untuk kemudian proyek pengadaan barang/aset dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Jika diakui sebagai pendapatan berupa barang, maka pendapatan diakui saat barang (aset) diserahkan oleh perusahaan ke pemerintah daerah. Pengadaan aset dilaksanakan oleh Perusahaan, untuk kemudian aset diserahkan ke pemerintah daerah.
Saat ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2025 mengatur bahwa Pendapatan atas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dikategorikan sebagai pendapatan hibah. Sehingga, ke depannya tidak terjadi lagi polemik sepanjang diakui dan dicatat sebagai pendapatan hibah.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar