Oleh: Werdha Candratrilaksita, S.E., M.A.P.
(PNS Kementerian Keuangan dan Mahasiswa Doktor Administrasi Publik Universitas Diponegoro)
Dalam suatu tayangan Instagram Gubernur Sherly Tjoanda (@s_tjo), Ibu Gubernur bercerita mendapat materi dari Ibu Menteri Keuangan bahwa Pemerintah Daerah dapat menggunakan alternatif pendanaan.
Sehingga investasi tidak mesti berasal dari APBN dan APBD untuk menyikapi efisiensi anggaran sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Demikian kurang lebih, narasi yang disampaikan Ibu Gubernur dalam tayangan Instagram beliau.
Pernyataan Tersebut Menimbulkan Multi-persepsi,
Pertama, mungkinkah yang dimaksud Ibu Gubernur adalah investasi swasta dan bukan pendanaan investasi pemerintah? Investasi swasta tentunya menjadi ranah swasta, dan tugas pemerintah daerah adalah menciptakan suasana atau iklim kemudahan berusaha.
Sehingga swasta bersemangat berinvestasi di Maluku Utara. Nilai investasi masuk yang terus meningkat akan meningkatkan nilai tambah di perekonomian Maluku Utara. Lapangan kerja baru juga akan terbuka. Sehingga ekonomi tumbuh dan pengangguran menurun. Jika ini yang dimaksud Ibu Gubernur, tentunya tidak melalui APBD.
Kedua, mungkinkah yang dimaksud Ibu Gubernur adalah pendanaan investasi pemerintah daerah di BUMD atau Perusahaan swasta dengan skema kekayaan daerah dipisahkan (KDD) atau penyertaan modal daerah (PMD).
Jika hal tersebut yang dimaksud, tentunya keliru jika tidak melalui APBD. Karena pendanaan investasi tersebut dicatat sebagai pembiayaan di APBD.
Baca Halaman Selanjutnya..
Ketiga, mungkinkah yang dimaksud Ibu Gubernur adalah pendanaan BUMD dengan cara privatisasi baik mengajak swasta maupun BUMN berinvestasi di BUMD. Jika hal ini yang dimaksud maka benar tidak melalui APBD.
Tidak hanya privatisasi juga aksi korporasi BUMD tidak melalui APBD, kecuali aksi korporasi BUMD yang berimplikasi Pemda menerima kembali investasi atau menambah investasinya.
Keempat, mungkinkah yang dimaksud Ibu Gubernur adalah pendanaan BLUD dari pemerintah pusat melalui mekanisme pinjaman dari Pemerintah Pusat atau penerusan pinjaman atau pinjaman dari BUMN seperti PT SMI, PT PNM yang sering memberikan pinjaman ke Pemda. Hal ini tentunya harus melalui APBD karena BLUD berstatus satuan kerja pemerintah daerah.
Kelima, mungkinkah yang dimaksud Ibu Gubernur adalah pendanaan untuk BUMD dari Pemerintah Pusat atau BUMN dengan meningkatkan porsi kekayaan daerah yang dipisahkan atau penyertaan modal daerah.
Tentunya hal ini harus melalui APBD, di mana dana diterima dari Pemerintah Pusat atau BUMN melalui APBD untuk kemudian diinvestasikan ke BUMD.
Keenam, mungkinkah yang dimaksud Ibu Gubernur adalah swasta membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial melalui mekanisme KPBU atau Public Private Partnership untuk kemudian asetnya diserahkan ke Pemda. Tentunya hal ini juga harus melalui APBD sebagai penerimaan hibah saat aset diserahkan.
Dari keenam asumsi itu, maka hanya dua hal pendanaan yang pasti tidak melalui APBD atau tidak tergantung APBD, yaitu 1) investasi swasta pada sektor riil, 2) privatisasi dan aksi korporasi BUMD yang tidak mengubah nilai investasi Pemda di BUMD.
Baca Halaman Selanjutnya..
Mungkinkah demikian materi dari Ibu Menkeu dalam Retret Kepala Daerah? Ataukah materi Ibu Menkeu berkaitan dengan tugas-tugas Kemenkeu di daerah, salah satunya Kanwil DJPb?
Jika Ibu Gubernur ingin menarik investor di BUMD atau mungkin juga menarik kreditur untuk pengembangan BLUD, dapat berkolaborasi dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kanwil DJPb).
Kanwil DJPb secara rutin melakukan Analisis Peluang Investasi Daerah (APID) yang dijadikan bahan pertimbangan keputusan investasi oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI. PT SMI merupakan Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) yang bergerak di bidang pembiayaan pembangunan.
APID juga dapat digunakan oleh BLU Pengelola Dana seperti dan BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan BLU pengelola dana lainnya.
Oleh karena itu, Kerjasama Pemprov dan Pemda Kabupaten/Kota dengan Kanwil DJPb diperlukan untuk meningkatkan peluang investasi dari BUMN ke BUMD dan BLUD melalui pemerintah daerah (APBD).
Kanwil DJPb juga secara rutin melakukan tugas pengkajian dan analisis keuangan dan ekonomi daerah. Sehingga, pemerintah daerah dapat memanfaatkan hasil kajian dan analisis keuangan dan ekonomi Kanwil DJPb sebagai bahan masukan dalam Musrenbang, maupun kebijakan keuangan daerah dan ekonomi daerah.
Baca Halaman Selanjutnya..
Setiap tahun Kanwil DJPb juga melakukan reviu atas KUA PPAS Pemda, sehingga tentunya insight dari Kanwil DJPb dapat dimanfaatkan oleh Pemda.
Kanwil DJPb juga menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah konsolidasi dan bahkan laporan keuangan konsolidasi pusat dan daerah di Maluku Utara dan statistik keuangan pemerintah, yang dapat dijadikan bahan analisis pengambilan keputusan keuangan dan ekonomi di Maluku Utara.
Beralih ke soal KPBU. Soal KPBU Pemda harus berhati-hati, di mana kita ambil pelajaran dari Gubernur Ahok di Jakarta. Gubernur Ahok membangun “Simpang Susun Semanggi” pada tahun 2015-2016 tanpa melalui APBD.
Saat itu PT Mitra Panca Persada dikenakan sanksi atas kelebihan lantai bangunan. Sanksi kelebihan lantai bangunan dikompensasikan menjadi dana kompensasi lantai bangunan (KLB) dengan nilai sekitar Rp 360 miliar.
PT Wijaya Karya ditunjuk untuk melakukan pekerjaan Pembangunan Simpang Susun Semanggi menggunakan dana KLB yang tidak diakui sebagai pendapatan daerah dan pastinya tidak disetor ke kas umum daerah.
Selain Simpang Susun Semanggi, Gubernur Ahok juga membangun Stadion Taman Bersih Manusiawi dan Berwibawa (BMW) atau terkenal dengan sebutan Taman BMW, dengan mekanisme yang sama dengan Simpang Susun Semanggi.
Pro dan kontra mengemuka atas keputusan Gubernur Ahok kala itu. Perdebatan pastilah akan terus terjadi. Tanpa dukungan politik yang kuat pada Gubernur Ahok kala itu, bisa saja langkah revolusioner gubernur Ahok bisa berujung delik korupsi saat itu.
Baca Halaman Selanjutnya..
Namun, hal itu tidak menyisakan masalah di kemudian hari. Daluarsa penuntutan tindak pidana korupsi antara enam hingga 18 tahun, masih terus menghantui jika sewaktu-waktu dukungan politik pada Gubernur Ahok terlepas. Hukum dan politik selalu jalan beriring. Politik tanpa hukum akan berjalan liar, hukum tanpa politik tidak akan bisa diterapkan.
Perdebatan terjadi karena KLB seharusnya menjadi pendapatan daerah terlebih dahulu. Pengenaan sanksi atas penegakan Perda seharusnya menjadi pendapatan daerah.
Dalam konsep keuangan negara, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seluruh penerimaan dan pengeluaran termasuk penerimaan yang menambah aktiva bersih (pendapatan) dan pengeluaran yang mengurangi aktiva bersih (belanja) negara/daerah harus melalui rekening kas umum negara/daerah harus melalui APBN/APBD.
Penerimaan yang dimaksud termasuk uang, surat berharga, atau barang (persediaan/aset tetap) yang tentunya dicatat dalam neraca. Meskipun pemda menerima hibah berupa uang atau barang dari swasta, tetap harus dicatat dengan mekanisme APBD sebagai pendapatan hibah baik berupa uang, surat berharga, atau barang.
Sehingga penerimaan aset hasil Pembangunan oleh swasta sebagai hibah swasta kepada Pemerintah Daerah tetap harus dimasukkan dalam dokumen perencanaan dan dokumen pelaksanaan anggaran.
Publik sebenarnya tidak mempermasalahkan inisiatif swasta membangun tanpa melalui APBD. Pembangunan yang dilakukan oleh swasta dapat diakui sebagai hibah barang, di mana saat fasilitas umum dan fasilitas sosial selesai dibangun oleh swasta dan diserahkan ke pemerintah daerah, maka pemda mencatatnya sebagai hibah.
Mekanisme Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) baik dengan skema Bangun Guna Serah (BGS) atau Bangun Serah Guna (BSG) tetap dicatat dalam dokumen perencanaan anggaran (APBN/APBD) pada saat aset diserahkan ke Pemerintah Daerah. (*)