Gratifikasi: Budaya yang Dikriminalisasi

Umumnya dalam prinsip balas budi atau menanam budi, pemberian yang sering dijumpai adalah berupa benda. Benda yang diberikan berupa makanan, buah-buahan, hasil bumi, hasil laut atau sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.

Pemberian tersebut pun memperhatikan kualitas dan kelayakannya bertujuan agar pemberian benda tersebut baik dalam bentuk, rasa, dan rupa benda dalam keadaan baik (Tigana Barkah Maradona, 2020).

Pepatah Melayu mengatakan nilai budaya seperti prinsip menanam budi dan prinsip membalas budi merupakan bagian dari nilai-nilai kearifan lokal budaya di Indonesia. Nilai budaya ini pulalah yang melahirkan sistem nilai tenggang rasa dan gotong-royong.

Implementasi dari ucapan “terima kasih” yang diberikan kepada seseorang yang patut dan layak yang dinilai bermanfaat bagi penerima sebagai bentuk balas budi atau menanam budi merupakan keagungan dari nilai budaya masyarakat Indonesia.

Namun, jika terima kasih berupa pemberian diimplementasikan pada lingkungan kerja pemerintahan atau diberikan kepada pegawai negeri dan penyelenggara negara maka pemberian tersebut dapat dikategorikan sebagai modus operandi praktek gratifikasi dan memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

Senada dengan itu, dikutip dari Buku Pedoman Pengendalian Gratifikasi (2015), Kastorius Sinaga (2009) memberikan perspektif sosiologis mengenai gratifikasi yang mengungkapkan bahwa “konsepsi gratifikasi bersifat luas dan elementer di dalam kehidupan kemasyarakatan.

Jika memberi dan menerima hadiah ditempatkan dalam konteks hubungan sosial maka praktek tersebut bersifat netral. Akan tetapi, jika terdapat hubungan kekuasaan, makna gratifikasi menjadi tidak netral lagi”.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...