Gratifikasi: Budaya yang Dikriminalisasi

Oleh: Faisal Akbar Gailea
(PNS di Instansi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula)

Pada dasarnya masyarakat sangat mengecam tindakan korupsi namun dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat seolah membenarkan perilaku korupsi.

Kebiasaan masyarakat memberikan hadiah berupa benda yang memiliki nilai ekonomis merupakan bentuk penghargaan kepada orang lain secara budaya namun juga dapat dianggap sebagai gratifikasi yang dilarang.

Sedangkan dalam menjalankan fungsi Pemerintah sebagai organ negara, Pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity yang artinya tidak ada diskriminasi dalam menjalankan fungsinya.

Kebiasaan gratifikasi yang dalam praktiknya sering menggunakan uang terima kasih menyebabkan terjadinya konflik kepentingan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Konflik kepentingan akan menuntun pegawai negeri/penyelenggara negara berlaku diskrimintaif dalam menjalankan fungsi Pemerintah sebagai eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Pengaturan terkait gratifikasi sebenarnya sejak tahun 2001 telah diperkenalkan dalam aturan tindak pidana korupsi Indonesia namun istilah gratifikasi masih asing di telinga masyarakat bahkan pegawai negeri dan penyelenggara negara.

Gratifikasi yang dalam pengertian netralnya bahkan sama dengan budaya balas budi dan menanam budi menyebabkan masyarakat bahkan pegawai negeri atau penyelenggara negara menganggap perbuatan gratifikasi bukan merupakan suatu pelanggaran.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...

You cannot copy content of this page