Puasa

Jadi esensi dari puasa menurut penulis ternyata adalah berbagi (bersedekah). Oleh karena itulah perintah wajib sedeqah digunakan kata fardu, sedangkan perintah wajib puasa adalah kutiba. Maka berpuasa secara hakikat adalah bersedekah kapan dan di mana pun kita berada, baik lapang maupun susah.
Makanya beramadhan, tidak sebatas di bulan Ramadhan saja, tapi selamanya setiap tahunnya selama 12 bulan yang terus berputar. Nanti puasa Ramadhan, khusus di bulan Ramadhan yang satu bulan itu.
Makanya di bagian sebelumnya di atas, penulis katakan bahwa semua aturan di dalam bulan ramdhan tersebut, merupakan sebuah Latihan untuk merubah kebiasaan menuju pada pembentukan karakter yang mulia. Di dalam Latihan ini, kita dibatasi waktu makanya di dalam qur’an digunakan kata kutiba.
Nanti setelah itu, masuk satu syawal barulah kita Kembali. Yakni ‘idul fitri. ‘id berarti Kembali, sementara fitri berarti suci. Orang yang berpuasa secara hakikat, pasti akan Kembali pada kefitrahannya.
Sedangkan bagi yang berpuasa tidak pada hakikatnya, mohon maaf, tidak bermaksud sok hebat, mungkin bisa jadi hanya mendapatkan haus dan lapar saja. Insya Allah di kesempatan yang lain, baru kita bicarakan lagi terkait dengan ‘idul fitri.
Intinya, bulan ramdhan hanya akan datang setahun sekali. Tapi beramadhan selamanya tak terbatas oleh waktu. Bulan Ramadhan diibaratkan seperti Latihan.
Adapun setelah Ramadhan, itulah ramadhan yang sesunggunya. Meminjam bahasanya kang Abu Marlo, ibarat kata, setiap Latihan selalu menang, pas memasuki turnamen sungguhan, tak pernah menang, justru selalu kalah.
Akhirnya, penulis hanya dapat berkata, mari menyambut Ramadhan dengan senyum kebahagiaan, semoga kita mendapat lailatul qadr dan Kembali ke fitrah kita. Amin.
Sekian. Tabea. Ternate, Puncak Torano, 23 Februari 2025. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 25 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/selasa-25-februari-2025.html
Komentar