Oleh: Bachtiar S. Malawat
(Mahasiswa Pendidikan IPA UNUTARA)
Peradaban manusia dikembangkan melalui proses pembelajaran yang panjang dan terus-menerus. Jika dilihat dari konteks sejarah dan jika benar manusia berevolusi, tentunya peradaban dimulai dari sekumpulan manusia purba yang terasing dipedalaman hutan.
Selama beribu-ribu tahun sekumpulan manusia purba itu terua meyesuaikan diri dan memperbaiki taraf kehidupan hingga singkat kata pada abad 21 ini manusia berhasil membangun peradaban maju.
Apa yang menjadi kunci dari keberhasilan tersebut? Pendidikan. Manusia dibekali kemampuan berpikir dan belajar. Inilah yang membedakan manusia degan makhluk hidup lain di dunia ini.
Pendidikan yang akan menjamin manusia terus berkuasa di dunia ini. Melalui proses pendidikan manusia akan terus mengembangkan kemampuanya.
Aksioma ini tidak terbantahkan. Hal yang menjadi persoalan adalah bagaimana proses pendidikan harus berjalan dan bagaimana teknisnya pendidikan dilaksanakan.
Masih terngiang di ingatan penulis ketika menapaki jenjang demi jenjang pendidikan mulai tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Penulis adalah salah satu dari sekian ribu orang seangkatan yang menjadi kelinci percobaan dari serangkaian uji coba penerapan kurikulum baru sejak K13 sampai Kampus Merdeka.
Baca Halaman Selanjutnya..
Sejak kemerdekan, pendidikan indonesia secara kuantitatif telah berkembang, jumlah sekolah pada pata tahun ajaran 2022-2023 adalah 399.376 unit sekolah.
Jumla ini tentu lebih banyak dibandingkan pada tahu-tahun sebelumnya. Sudah tentu perkembagan pendidikan indonesia saat ini patut disyukuri.
Namun sayangnya, perkembagan pendidikan tersebut tidak diikuti degan sistem pendidikan yang sistematis dan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan.
Akibatnya sistem pendidikan terus di obok-obok disetap kali pergantian Kementrian Pendidikan, hal ini juga memicu munculnya berbagai ketimpangan pendidikan ditengah-tengah masyarakat.
Termasuk yang sangat menonjol adalah ketimpangan antara kualitas, ketimpangan pendidikan antara desa dan kota, dan antara penduduk kaya dan penduduk miskin.
Padahal jelas, bahwa pendidikan tidak dapat dilepaspisahkan degan corak kehidupan masyarakat, olehnya undang-undang mempertegas bahwa menjamin seluruh masyarakat indonesia akan merasakan yang namanya pendidikan.
Alih alih merasakan pendidikan, air mata ketimpangan SPI dan UKT belum juga kering dari tangisan orang tua atas mahalnya biaya pendidikan, pemerinta dalam hal ini presiden Prabowo Subianto memberikan kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Hal ini akan sangat berbahaya, Fasilitas pendidikan yang rusak, Laboratirium tidak memadai keterbatasan akses fasilitas, akibatnya berdampak kepada lembaga pendidikan yang nantinya memberikan regulasi baru terkait kenaikan pembayaran uang pendidikan untuk menjawab kebutuhan lembaga pendidikan.
Jhon C. Bock, dalam Education and Development : Conflick Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan ada tiga. Pertama : memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio kultural bangsa, kedua : Mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial dan ketiga untuk meratakan kesempatan dan pendapatan.
Namun lain hal degan paradigma pendidikan indonesia, Lembaga pendidikan seolah-olah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, sistem-sistem pendidikan menjadi ancaman untuk anak peserta didik, kebijakan pemerintah menjadi mimpi buruk bagi rakyat yang ingin mengeyam pendidikan.
Hal ini sudah berlangsung lama, pendidikan yang seharusnya menjadi formulasi bagi kaum miskin yang melanjutkan nasib dan masa depan keluarga seakan akan menjadi mesin pembunuh.
Sungguh ironis jika membaca peta pendidikan indonesia sekarang ini. Hal ini dikarenakan Dominasi birokrasi dan kontrol politik yang terlalu berlebihan, pendidikan tidak mampu mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang diamantkan undang-undang.
Birokrasi dan sentralisasi dalam dunia pendidikan telah menimbulkan kultur birokrasi dilingkungan pendidikan, di universitas, rektor lebih setia berkorban bagi pejabat di atasnya daripada memperjuangkan nasib mahasiswanya, begitu juga pejabat atasan lebih setia kepada pimpinan daripada nasib rakyatnya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Hal ini yang kita rasakan sekarang, bagaimana wajah asli pendidikan indonesia yang didominasi organisasi birokrasi dan kontrol politik, banyak pejabat kampus yang diam karena disuap konsesi tambang, banyak lembaga pendidikan yang tunduk karena kenyang bermesraan dengan kekuasaan. Maka Keadilan pendidikan yang mana yang dapat kita banggakan dari Negara Kita hari ini?
Seperti yang penulis jelaskan sebelumnya, bahwa pendidikan hari ini seakan-akan menjadi mesin pembunuh harapan dan cita-cita anak bangsa, bagaimana tidak, sejarah kehidupan manusia tidak dapat dilepaspisahkan degan corak kehidupan yang melekat dalam tubuh pendidikan.
Pendidikan menjadi sentral dalam kehidupan bernegara, olehnya pemerintah mesti bijak dalam menentukan arah pendidikan masa depan, negara wajib bertanggungjawab untuk keadilan pendidikan.
Penulis ingin meyampaikan bahwa sejuah ini bukan pendidikan yang menipu kita semua, melainkan oknum-oknum yang memenfaatkan pendidikan untuk meruap keuntungan yang merugikan masyarakat dan bangsa ini.
Jumlah kabinet Merah Putih degan 100 orang lebih sangatlah berbanding terbalik degan efisiensi anggaran pendidikan.
Investasi dalam bidang pendidikan diyakini menjadi kunci bagi pembagunan peradaban dan kemajuan bangsa, Kebijakan efisiensi anggaran pendidikan yang tidak hati-hati dikhawatirkan mengancam masa depan generasi penerus bangsa.
Akhir kata, Segala sesuatu yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan dan tanggung jawab orang-orang berpikir. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 25 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/selasa-25-februari-2025.html