Site icon MalutPost.com

Sherly-Sarbin dan “Single Hero”

Oleh: Faisal Djalaluddin

Wakil Gubernur Sarbin Sehe resmi memulai tugasnya di Kantor Gubernur Maluku Utara, Sofifi, kemarin (24/2). Sang ustad langsung memimpin apel gabungan karena Gubernur Sherly Tjoanda sedang mengikuti kegiatan retret di Magelang.

Setidaknya ini pembagian tugas pertama antara gubernur dan wakil gubernur terpilih sejak mereka dilantik pada Kamis 20 Februari 2025.

Walaupun kali ini terkesan otomatis dan hanya bersifat seremoni, pembagian tugas antara gubernur dan wakil gubernur akan selalu mewarnai aktivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Tulisan ini mencoba mengangkat pentingnya posisi wakil gubernur. Keinginan untuk menulis topik ini muncul seiring banyaknya kisah kehebatan sang Gubernur Sherly Tjoanda di berbagai media.

Sebut saja gubernur cantik dan kaya. Punya kekayaan mencapai Rp 709 miliar lebih dan menjadi gubernur terkaya di Indonesia. Juga sebagai pemodal utama saat pemilihan gubernur.

Dia mengukir sejarah sebagai gubernur perempuan pertama di Maluku Utara dan menjadi fenomenal karena menyandang status triple minority.

Dengan banyaknya pujian atas kehebatan Sherly belakangan ini justru memunculkan kekhawatiran tersendiri akan gejala narsistik dan merasa sebagai single hero dalam arti harfiah: pahlawan tunggal.

Baca Halaman Selanjutnya..

Merasa sebagai pahlawan tunggal dan berhak menentukan apa saja dalam kepemimpinannya. Jika demikian, maka di mana posisi Sarbin?

Kita tentu berharap adanya soliditas antara gubernur dengan wakil gubernur untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif, stabil dan kredibel. Salah satunya melalui pembagian tugas antara gubernur dan wakil gubernur.

Hal ini bukan sekadar menjawab kebutuhan kerja semata, melainkan juga mencerminkan hubungan komunikatif gubernur dan wakil gubernur.

Kita tidak menginginkan konflik gubernur dengan wakil gubernur serta kegaduhan birokrasi yang sering terjadi di masa sebelumnya terulang lagi.

Selain memperburuk tata kelola pemerintahan, konflik semacam itu sesungguhnya adalah peristiwa memalukan sebab tidak ada hubungannya dengan kepentingan rakyat, tetapi lebih pada persoalan internal menyangkut jabatan, kuasa dan anggaran (baca: uang).

Konflik gubernur dengan wakil gubernur serta kegaduhan internal ini hanyalah gejala. Jika didiagnosis maka penyakit sesungguhnya adalah kepemimpinan yang buruk.

Sebagaimana Anda tahu, gubernur sebelumnya Abdul Gani Kasuba dan beberapa pejabat dipenjara karena tindak pidana korupsi. Sherly-Sarbin harus mengambil pelajaran dari peristiwa itu.

Baca Halaman Selanjutnya..

Tongkat komando kini ada di tangan Sherly. Baik buruknya wajah birokrasi Pemprov Maluku Utara tergantung kepemimpinan Sherly. Termasuk cara Sherly memposisikan Sarbin apakah sebagai patner strategis, atau sekadar pemain figuran.

Untuk itu, transformasi birokrasi yang merupakan salah satu janji politik Sherly-Sarbin harus dimulai dengan keputusan Gubernur Sherly melibatkan Sarbin dalam urusan-urusan strategis pemerintahan.

Tanpa dasar kerja sama yang baik antara gubernur dan wakil gubernur tidak akan terjadi transformasi birokrasi secara nyata di lingkungan Pemprov Maluku Utara.

Tantangan juga muncul di lain pihak. Kelompok pendukung Sherly-Sarbin kini mungkin saling bersaing mendapatkan akses kekuasaan.

Selain partai politik, ada kelompok relawan Sherly dan kelompok Sarbin yang saling menuntut “kue kemenangan”, termasuk juga di sini kelompok bisnis.

Hal yang normal secara politik tetapi jika tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu hubungan gubernur dan wakil gubernur serta menghambat penataan birokrasi.

Kita tahu bahwa tugas wakil gubernur seperti wakil kepala daerah lainnya, secara konstitusional adalah membantu gubernur. Secara umum tugas wakil gubernur.

Baca Halaman Selanjutnya..

Sebagaimana isyarat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, yaitu, membantu gubernur dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan daerah

Memberikan saran dan pertimbangan kepada gubernur, melaksanakan tugas dan wewenang gubernur apabila gubernur menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara serta melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh gubernur.

Posisi seperti ini yang dalam praktiknya sering menempatkan wakil gubernur bak ban serep: berfungsi hanya ketika gubernur tidak bisa menjalankan tugasnya.

Dalam keadaan seperti ini dibutuhkan political will gubernur untuk memberikan peran dan tugas yang proporsional kepada wakil gubernur. Sebaliknya jika gubernur merasa sebagai single hero, maka gaya kepemimpinannya cenderung one man show.

Gaya kepemimpinan semacam ini justru akan menghambat upaya mewujudkan birokrasi modern yang inklusif dan kolaboratif. Gaya kepemimpinan seperti itu juga akan melemahkan struktur organisasi pemerintah dan rawan konflik internal.

Disharmoni kepala daerah dan wakil kepala daerah biasanya dimulai dari gaya kepemimpinan kepala daerah yang one man show. Di mana kepala daerah atau gubernur mengambil semua keputusan penting secara sepihak tanpa melibatkan wakil gubernur.

Gubernur Sherly adalah pemegang kekuasaan dan tanggung jawab. Sedangkan wakil gubernur memiliki kedudukan sebagai pembantu gubernur.

Baca Halaman Selanjutnya..

Hubungan kerja yang jelas dan harmoni antara gubernur dan wakil gubernur menjadi penting untuk menjawab kompleksitas persoalan yang dihadapi Pemprov Maluku Utara.

Guru Besar Ilmu Politik dari Universitas Gadjah Mada Purwo Santoso, dalam makalahnya berjudul Usulan Pengaturan Tentang Wakil Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (2011), menyebutkan kekuasaan dan tanggung jawab tetap melekat pada diri kepala daerah, sementara dalam hubungannya dengan wakil kepala daerah adalah pembagian tugas di antara keduanya.

Itu artinya kualitas kepemimpinan Sherly dapat diukur dari keputusannya melibatkan wakil gubernur dalam rangka efektivitas pemerintahan dan kelancaran program-program pembangunan.

Satu hal yang diperhitungkan dalam konteks kepemimpinan Sherly adalah posisi Sarbin bukan sekadar pelengkap struktur organisasi pemerintah daerah, melainkan juga sebagai simbol representasi mayoritas.

Terkait premis ini, akademisi yang juga komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2012-2017, Sigit Pamungkas (2011) mengatakan satu-satunya alasan yang relevan tentang keberadaan wakil kepala daerah (wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota) adalah posisinya sebagai representasi dari berbagai kelompok politik maupun kelompok sosial di masyarakat (etnis dan agama).

Sarbin merupakan simbol representasi mayoritas masyarakat Maluku Utara. Posisi ini memiliki pengaruh ganda tergantung situasi, yakni mendapatkan dukungan mayoritas atau perlawanan mayoritas.

Baca Halaman Selanjutnya..

Gubernur Sherly yang menyandang status triple minority tentu memandang penting posisi Sarbin demi kelancaran dan stabilitas pemerintahan.

Di atas kertas, duet Sherly-Sarbin tampak menjanjikan. Sherly memiliki kekuatan koneksi di pusat dan jejaring yang luas. Dia bisa dengan mudah mengomunikasikan kebutuhan-kebutuhan daerah di tingkat pusat serta melobi anggaran dan menarik investasi.

Namun Sherly dalam beberapa kesempatan mengaku kalau politik dan birokrasi merupakan dunia yang baru baginya. Dia mengaku masih butuh adaptasi dan belajar.

Di sinilah peran besar Sarbin sebagai sosok dengan pengalaman birokrasi yang luas. Keduanya bisa saling melengkapi satu sama lain. Lagi-lagi tergantung political will Gubernur Sherly.

Ibarat kapal, Gubernur Sherly adalah kemudi yang menentukan arah perjalanan menuju tujuan. Sementara Wakil Gubernur Sarbin adalah lambung kapal yang berfungsi untuk menjaga kapal tetap mengapung dan stabil. Wallahu a’lam bishawab. (*)

Exit mobile version