Nahkoda Baru, Mau Dibawa Kemana Sektor Kelauatan dan Perikanan Malut

Salah satu contoh kebijakan yang belum pro terhadap percepatan pembangunan perikanan di Maluku Utara adalah Sistem Dana bagi hasil (DBH) perikanan yang tidak menguntungkan daerah penghasil.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pada pasal 1 menjelaskan bahwa DBH sumber daya alam perikanan ditetapkan sebesar 80 persen dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan penerimaan pungutan hasil perikanan (PHP).

Sedangkan pada ayat 2 DBH sumber daya alam perikanan untuk daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom dengan mempertimbangkan luas wilayah laut.

Dalam pembagiannya 20 persen untuk pusat dan 80 persen dibagi rata ke seluruh kabupaten/Kota di Indonesia. Demikian memang secara formulasi dijabarkan alokasi DBH perikanan berdasarkan data prakiraan PNBP dari yang 80 persen yang akan dibagi ke seluruh kabupaten kota di Indonesia.

Dibuat dalam dua alokasi yang pertama alokasi formula 90 persen dengan alokasi dasar pemerataan 60 persen dibagi rata ke seluruh kabupaten/kota dan Provinsi yang tidak terbagi ke daerah otonom.

Kemudian dengan dasar luas wilayah laut 40 persen dibagi berdasarkan luas wilayah laut tiap kabupaten/kota dan Provinsi yang tidak terbagi ke daerah otonom.

Dalam perhitungan formulasi ini memang sangat tidak menguntungkan bagi Maluku Utara, karena yang dilihat hanya luas wilayah laut dan menyampingkan daerah sebagai penghasil atau jumlah produksi perikanannya sehingga secara finansial belum berdampak signifikan pemasukan bagi Maluku Utara, padahal Maluku Utara Memiliki WPP yang potensial.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...