Demokrasi Nihil Oposisi : Otoritarianisme di Depan Mata

Sejak awal negara ini merdeka, Indonesia secara formil menganut sistem demokrasi, namun dalam implementasinya terkadang demokrasi hanyalah ilusi. Hal tersebut kental terasa pada rezim Soeharto.
Kekuasaan hanya tersentralisasi hanya pada partai-partai tertentu yang dikehendakinya (Golkar, PDI, PPP) yang menjadi penyelenggara pemerintahan dan membatasi eksistensi partai-partai lain yang ada pada masa itu.
Contoh terdekat, yakni pemerintahan Joko Widodo. Dengan tidak adanya oposisi yang efektif, banyak kekeliruan pemerintah yang didiamkan oleh para legislator, begitu pula sebaliknya.
Dengan dukungan DPR, pemerintah bebas menabrak sistem ketatanegaraan. Maka lahirlah undang-undang sarat masalah, seperti revisi UU KPK, UU Minerba, UU Cipta Kerja, bahkan pembahasan Undang-Undang ‘semalam jadi', seperti yang nyaris terjadi pada revisi UU Pilkada.
Dalam 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, setidaknya ada beberapa indikasi yang kita rasakan. Misalnya, koalisi pemerintahan yang sangat besar, pengelolaan media yang cenderung terpusat, dan menguatnya militersime.
Selain itu, yang terbaru ialah wacana pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) bagi ormas keagamaan dan perguruan tinggi yang patut diduga sebagai upaya mematikan nalar kritis guna meredam suara nyaring yang dapat mengganggu stabilitas rezim.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar