Catatan Perayaan Dies Natalis HMI ke-78
HMI dan Krisis Ekologi di Era Hilirisasi

Ketiga, ekosentrisme, yaitu kelanjutan dari etika lingkungan biosentrisme. Sebagai kelanjutan dari biosentrisme, ekosentrisme sering diserupakan dengan biosentrisme, karena banyak kesamaan di antara kedua paradigma ini.
Kedua paradigma ini mematahkan paradigma antroposentrisme yang membatasi penerapan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas penerapan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas.
Dalam biosentrisme, etika diperluas untuk mencakup komunitas biotis. Sedangkan dalam ekosentrisme, etika diperluas mencakup seluruh komunitas ekologis.
Berbeda dengan biosentrisme yang memusatkan etika hanya pada komunitas biotis, yakni pada kehidupan secara keseluruhan maka ekosentrisme memusatkan etika pada semua komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak.
Olah karena secara ekologis makhluk hidup dan benda abiotis lainnya saling berhubungan maka kewajiban dan tanggung jawab moral manusia tidak hanya tertuju pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
Tepat pada posisi paradigmatik (baca: ekosentrisme) inilah HMI sejatinya harus mengambil peran dan sikap sebagai perisai keumatan dan kebangsaan dalam merawat keseimbangan ekologi, yakni menjadi komunitas atau insan ekologi itu sendiri.
Oleh sebabnya, sebagai penutup catatan reflektif ini, saya mengusulkan perubahan redaksi pada pasal 4 Anggaran Dasar (AD) HMI tentang tujuan HMI ditambahkan ‘insan ekologis’. Hal tersebut semata-mata sebagai ikhtiar bersama mencegah kepunahan massal ke-6. Selamat dies natalis ke-78 HMI! (*)
Komentar