Catatan Perayaan Dies Natalis HMI ke-78
HMI dan Krisis Ekologi di Era Hilirisasi

Berdasarkan kedua argumen tersebut, maka secara umum diketahui bahwa terdapat tiga paradigma tentang etika lingkungan, sebagaimana diuraikan Munir (2023).
Pertama, antroposentrisme, yang menganggap manusia terpisah dan lebih unggul dari alam dan berpandangan bahwa kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik sementara entitas lain, seperti hewan, tumbuhan, sumber daya mineral, dan lain sebagainya adalah sumber daya yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umat manusia.
Antroposentrisme merupakan paradigma etika lingkungan yang sangat instrumentalistik karena pola hubungan manusia dan alam dilihat hanya dalam hubungan instrumental.
Alam dinilai hanya sebagai alat untuk kepentingan manusia. Paradigma ini juga bersifat egois karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Paradigma inilah yang merepresentasi cerita tragedi ekologis di atas tentang kisah-kisah pilu tentang kepunahan.
Kedua, biosentrisme, yang menolak argumen paradigma antroposentrisme yang mengilhami manusia untuk menyelamatkan lingkungan dengan alasan bahwa lingkungan dan alam semesta dibutuhkan manusia untuk memenuhi kepentingannya. Bagi biosentrisme, alam juga memiliki nilai intrinsiknya sendiri terlepas dari kepentingan manusia.
Fokus perhatian dan yang dipertahankan oleh paradigma biosentisme adalah bahwa kehidupan di bumi ini memiliki nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Paradigma ini mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk hidup lainnya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar