“Ada Apa? Dibalik Pemberian IUP untuk Perguruan Tinggi”

Maknanya, kampus lembaga sosial yang menjalankan amanat konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejak pemerintahan Orde Baru, PT terus mengalami represi secara sistemik, ketika menjalankan peran sosial di atas.
Merujuk EJ Perry (2019) dalam Educated-acquiescence, represi atau koersi dapat bersifat negatif seperti pemecatan akademisi yang kritis, pelarangan diskusi akademik, atau bersifat positif (positive coercion), seperti pemberian remunerasi dan ”peluang atau tugas” jabatan birokrasi serta unit usaha.
Dengan tujuannya sama: menghambat laju pencapaian akademik dan otonomi akademia sebagai kritikus atas kekuasaan yang koruptif. Proyek IUP adalah bagian dari skenario ini, yang kerap tidak disadari para dosen kita.
Bagi penulis, Pendirian dan keberlanjutan Perguruan Tinggi adalah tanggung jawab negara dan masyarakat dan dalam pembiayaannya harus menjaga marwah kampus sebagai rujukan moral publik.
Secara tinjauan Sosiologis, dengan danya pemberian IUP untuk kampus, banyak memicu konflik horizontal dan mengubah perilaku dosen jelas bertentangan dengan logika di atas dan memicu krisis reputasi Pergurun Tinggi di benak publik.
Terjadi konflik kepentingan antara peran penyuplai gagasan, SDM, dan evaluator dengan pelaku usaha ekonomi ekstraktif yang menggerus sikap obyektif.
Dalam iklim pendidikan tinggi yang sehat, pola relasi tiga pihak kampus dengan industri dan pemerintah seharusnya lebih setara. Ketiganya berbagi tugas masing masing sehingga dapat saling melengkapi, tidak bertabrakan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar