“Ada Apa? Dibalik Pemberian IUP untuk Perguruan Tinggi”

kampus seperti lembaga politik, organisasi politik, alat mobilitas politik bagi para dosen atau sebaliknya. Dalam konteks ini, kita menjadi paham mengapa suara para rektor PTN cenderung seragam untuk setuju, atau minimal diam, atas rencana pemberian IUP, yang jelas berisiko tinggi bagi reputasi kampus di mata publik.

Anehnya, pascareformasi 1998, kondisi tersebut berlanjut di era Jokowi dan Prabowo. Hal itu berkelindan dengan agenda neoliberalisasi dalam bentuk korporatisasi kampus. Jargon kampus mandiri, merdeka secara ekonomi, lebih kuat. Maknanya: harus mencari uang sendiri dan negara lepas tangan.

Dalam hubungan ini. Bagi penulis, rencana pemberian IUP dikerangka dalam wacana yang sempit dan pragmatis: tambang akan menjawab kesulitan ekonomi di PT (dahaga anggaran operasional kampus yang tak terpenuhi oleh terbatasnya guyuran dana APBN).

Kampus tak ubahnya korporasi biasa, turun jauh marwah sebagai lembaga sosial yang menjaga etika dan tanggung jawab bangsa. Matilah sudah kewarasan kademisi kita hari ini.

Lantas, apa yang harus diharapkan pada universitas? Kalau yang ada hanyalah sebagai lembaga politik negara. Tak ubahnya, seperti watak politisi karbitan, pragmatis dan materealistik.

Krisis Kemerdekaan Universitas

UU No 12 atau 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada Pasal 4 memberi mandat kampus dalam pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan membentuk watak, peradaban bangsa yang bermartabat.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...