Sahril dan Jurnalis Gaza

Ia mungkin tengah berbagi kisah atau mendengar cerita tentang bayi-bayi Palestina yang meninggal kedinginan di tenda pengungsian atau kisah ribuan anak yang mati dan kehilangan orang tua akibat senjata dan rudal-rudal Israel.
Mendengar kisah jurnalis yang menghadapi dilema antara menjalankan profesi atau menolong anak-anak dan korban yang terhimpit beton. Atau menangis mendengar cerita Sami Shehadeh yang sehari-harinya melihat saudaranya di Palestina penuh luka memohon pertolongan, kehausan, kedinginan, kelaparan hingga kehilangan anak, serta keluarganya.
Sementara di langit Gaza hujan rudal tak berujung. Atau mungkin saja sedang terisak, mendengar cerita Ibrahim Muharab,Mohamed Yaghi, Mustafa Thuraya, Samer Abudaqa yang juga syahid dalam liputannya di Gaza.
Teruntuk ibunda dan ayahanda Sahril, saya sungguh iri dengan kepergian anakmu yang indah itu, ia didoakan dari segala penjuru—doakan kami semua agar istiqomah seperti ananda Sahril yang mencintai profesi ini meski harus bertaruh nyawa.
Hati siapa yang tak rapuh, melihat seorang ibu menangisi anaknya yang hilang di tengah lautan. Hati siapa yang sanggup menahan gemuruh pilu melihat cinta tulus dari ibu yang berharap bisa melihat wajah anaknya mesti telah kaku dibalut samudra.
Semoga kesedihan segera berlalu dan berganti doa-doa terbaik.Sahril telah meninggalkan kepingan puzzle dari nilai luhur bagi seorang jurnalis.
Lahul Fatihah. (*)
Komentar