“Pergi dan Tak Kembali”

Sesampainya, aku melihat Kinanti bercucuran air mata seolah tak ingin berpisah dengan rekan kerjanya.
Diwaktu yang berbeda, aku mencoba menghampiri kinanti untuk menenangkan.
Keesokan Harinya
Aku kembali mengantarkan kinanti di Kapal "Barcelona dan tiba " pukul 12-00 wit." kawan-kawan rekan kerja dari daerah fujin menghampiri sekaligus mengucapkan salam perpisahan.
Klakson kapal pertama sudah didengar, jantungku berdekat takaruan seolah tidak ingin berpisah dari kinanti. Klakson kedua, ketiga pun terdengar kembali. Bahwa kapal yang di tumpangi kinanti akan melepaskan jangkar dari aramada. Aku hanya bisa pamit dan bersalaman dengan kinanti dengan penuh pasrah.
Sedih, bukan? Aku hanya bisa berdiri di atas armada dan melihat kinanti dari kejauhan sembari melambaikan tangan dan memancarkan kesedihan. "Ternyata itu adalah tanda akhir dari pertemuan kami berdua," kataku dalam hati.
Sengkat cerita, setelah kepulangan kinanti selama satu bulan lebih tak ada kabar.
Sahabat Kinanti yang juga merupakan rekan kerja semasa masih berada di daerah Fujin memberi kabar dan menjadikan kami berdua kembali berkomunikasi dan merancang masa depan, namun berakhir dengan tragis.
**
Lima bulan berlalu begitu cepat. Lelaki pilihan sang ibu kinanti diminta untuk kembali di kampung halaman dan diselesaikan untuk mengikrar janji suci di depan wali nikah. Mendengar kabar itu, aku mematung dan tidak menyangka, bahwa hubunganku akan berakhir begitu saja.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar