Site icon MalutPost.com

Refleksi 78 Tahun HMI

Oleh: Risal Abu Jaya
(Kader HMI)

Globalisasi adalah salah satu fenomena besar yang telah mengubah tatanan kehidupan manusia di abad ke-21. Dalam era ini, batas-batas geografis menjadi semakin kabur, dan integrasi antarnegara di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya menjadi tak terelakkan.

Globalisasi membawa berbagai peluang, seperti akses yang lebih mudah ke informasi, inovasi teknologi, dan peluang kerja sama internasional.

Namun, di sisi lain, globalisasi juga membawa tantangan, terutama bagi masyarakat yang ingin mempertahankan identitas dan nilai-nilai tradisionalnya.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebagai salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia, tidak terlepas dari dampak globalisasi ini.

Berdiri sejak 5 Februari 1947, HMI telah menjadi rumah intelektual bagi ribuan mahasiswa Muslim yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Dalam usianya yang ke-78 tahun, HMI dihadapkan pada berbagai tantangan yang muncul akibat globalisasi.

Mulai dari perubahan nilai budaya, perkembangan teknologi digital, hingga persaingan global yang semakin ketat. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan utama yang dihadapi HMI dalam era globalisasi, serta menawarkan strategi-strategi yang dapat diimplementasikan untuk menjawab tantangan tersebut.

Baca Halaman Selanjutnya..

Dengan semangat keislaman dan kebangsaan, HMI diharapkan mampu terus menjadi garda terdepan dalam mencetak kader-kader bangsa yang unggul dan berdaya saing global.

Tantangan HMI dalam Globalisasi

1. Perubahan Nilai dan Budaya
Salah satu tantangan terbesar globalisasi adalah pergeseran nilai dan budaya. Arus informasi yang deras melalui media sosial dan internet mempermudah penyebaran budaya asing yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan kebangsaan.

Generasi muda, termasuk kader HMI, tidak luput dari paparan ini. Nilai- nilai seperti individualisme, materialisme, dan hedonisme mulai menggantikan nilai gotong royong, kesederhanaan, dan solidaritas sosial yang menjadi ciri khas budaya Indonesia.

Pergeseran ini dapat memengaruhi identitas kader HMI jika tidak diimbangi dengan penguatan nilai keislaman yang kokoh. Selain itu, globalisasi juga mengancam eksistensi budaya lokal.

Banyak tradisi yang mulai ditinggalkan karena dianggap kuno atau tidak relevan dengan zaman. Padahal, tradisi-tradisi tersebut mengandung nilai-nilai luhur yang sejalan dengan ajaran Islam.

HMI menghadapi tantangan untuk memastikan kader-kadernya tidak kehilangan jati diri mereka sebagai Muslim sekaligus warga negara Indonesia.

2. Teknologi dan Digitalisasi
Kemajuan teknologi informasi adalah salah satu pilar utama globalisasi. Teknologi memberikan berbagai kemudahan, seperti akses informasi yang cepat, komunikasi yang efisien, dan peluang untuk berinovasi. Namun, di sisi lain, teknologi juga membawa ancaman, seperti penyebaran hoaks, cyberbullying, dan radikalisme online.

Baca Halaman Selanjutnya..

Banyak kader HMI yang masih belum memiliki literasi digital yang memadai. Ketidaktahuan dalam menggunakan teknologi dapat membuat kader rentan terhadap manipulasi informasi atau bahkan terlibat dalam aktivitas yang merugikan.

Selain itu, ketergantungan pada teknologi juga dapat mengurangi interaksi sosial yang esensial dalam membangun solidaritas antar anggota.

3. Persaingan di Dunia Global
Era globalisasi menciptakan dunia yang semakin kompetitif. Di bidang pendidikan, mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual yang unggul dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman. Di dunia kerja, persaingan tidak hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga internasional.

Bagi kader HMI, tantangan ini berarti mereka harus siap bersaing tidak hanya sebagai individu, tetapi juga sebagai bagian dari organisasi yang memiliki misi dakwah dan kebangsaan. Tanpa pembekalan yang memadai, kader HMI berisiko tertinggal dalam kompetisi global ini.

4. Isu Sosial dan Politik
Dalam konteks sosial-politik, globalisasi membawa berbagai isu yang kompleks. Ketimpangan ekonomi antara negara maju dan berkembang, konflik identitas, dan meningkatnya intoleransi adalah beberapa contoh tantangan yang harus dihadapi.

Sebagai organisasi yang memiliki visi keumatan dan kebangsaan, HMI diharapkan mampu memberikan solusi atas isu-isu ini. Namun, hal ini tidak mudah, mengingat dinamika politik global sering kali berada di luar kendali negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Baca Halaman Selanjutnya..

Strategi HMI Menghadapi Globalisasi

1. Penguatan Nilai Keislaman dan Kebangsaan
Sebagai organisasi Islam, HMI harus menjadikan nilai-nilai keislaman sebagai landasan utama dalam setiap kegiatannya. Pendidikan kader melalui Latihan Kader I (Basic Training), Latihan Kader II (Intermediate Training), Latihan Kader III (Advance Training), dan jenjang pelatihan lainnya harus dirancang untuk membangun karakter kader yang kokoh dalam nilai Islam dan kebangsaan.

Selain itu, HMI dapat menyelenggarakan forum diskusi dan seminar yang membahas relevansi ajaran Islam dengan tantangan globalisasi. Dengan demikian, kader HMI tidak hanya memahami nilai-nilai Islam, tetapi juga mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pemanfaatan Teknologi Digital
Dalam era digital, HMI harus memanfaatkan teknologi untuk memperluas jangkauan dakwah dan pendidikan kader. Pembuatan platform e-learning, aplikasi berbasis Android, atau media sosial khusus HMI dapat menjadi sarana untuk menyampaikan materi-materi keislaman dan kebangsaan secara efektif.

Literasi digital juga perlu ditingkatkan di kalangan kader HMI. Pelatihan tentang cara menggunakan teknologi secara bijak dan produktif dapat membantu kader menghadapi tantangan digitalisasi.

3. Peningkatan Kapasitas Kader
Untuk bersaing di dunia global, kader HMI harus memiliki kompetensi yang unggul di berbagai bidang. HMI dapat menyelenggarakan program-program pelatihan yang fokus pada pengembangan keterampilan kepemimpinan, kewirausahaan, dan inovasi.

Kerja sama dengan lembaga pendidikan, pemerintah, dan sektor swasta juga dapat membuka peluang bagi kader HMI untuk mendapatkan beasiswa, magang, atau pelatihan profesional. Dengan demikian, kader HMI akan lebih siap menghadapi persaingan di dunia global.

Baca Halaman Selanjutnya..

4. Kolaborasi dan Jejaring
HMI tidak bisa bekerja sendiri dalam menghadapi tantangan globalisasi. Kolaborasi dengan organisasi lain, baik di tingkat nasional maupun internasional, sangat penting untuk memperluas jejaring dan berbagi pengetahuan.

Kerja sama ini dapat mencakup pertukaran pelajar, seminar internasional, atau proyek sosial yang melibatkan organisasi dari berbagai negara. Dengan membangun jejaring yang kuat, HMI dapat meningkatkan pengaruhnya di tingkat global.

5. Dakwah Kreatif
Dalam era globalisasi, dakwah harus dilakukan dengan cara-cara yang kreatif dan relevan dengan generasi muda. HMI dapat memanfaatkan media sosial, video, dan infografis untuk menyampaikan pesan-pesan Islam yang menarik dan mudah dipahami.

Dakwah kreatif ini juga dapat digunakan untuk menarik minat generasi muda terhadap HMI. Dengan pendekatan yang inovatif, HMI dapat memperluas jangkauan dan pengaruhnya di kalangan generasi muda.

Kesimpulan

Sebagai organisasi yang telah berdiri selama 78 tahun, HMI memiliki tanggung jawab besar untuk menghadapi tantangan globalisasi. Dengan mengadopsi strategi-strategi yang tepat, seperti penguatan nilai keislaman, adaptasi teknologi, peningkatan kapasitas kader, dan kolaborasi, HMI dapat terus menjadi organisasi yang relevan dan berkontribusi bagi bangsa dan dunia.

Globalisasi bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk membuktikan bahwa HMI adalah organisasi yang mampu beradaptasi tanpa kehilangan identitasnya.

Dengan semangat keislaman dan kebangsaan yang kokoh, HMI akan terus menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi pemimpin yang berdaya saing global. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 5 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/rabu-5-februari-2025.html

Exit mobile version