Antara Kebijakan dan Pembajakan

Eksploitasi tambang, serta hilirisasi jenis komoditas lainnya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dengan resiko kerusakan lingkungan maupun deforestasi makin sulit dikendalikan.
Ijin penguasaan hutan yang diberikan pemerintah pada korporasi telah berlangsung sejak rezim Presiden Soeharto hingga Joko Widodo membutuhkan 57 tahun menggadaikan 45 juta hektar hutan
Sedangkan Presiden Prabowo hanya dalam waktu 5 tahun menggadaikan 20 juta hektar atas nama swasembada pangan dan energi adalah tragedi ekologis dan kejahatan lingkungan yang luar biasa dengan resiko kerusakan yang lebih parah, ibarat menggali lubang tambang mengejar keuntungan negara, namun menjadi sarana kuburan massal pembantaian masa depan generasi mendatang.
Kondisi tahun 2022 luas kawasan hutan di Indonesia sekitar 125 juta hektar yang masih berpenutupan hutan seluas 82,4 juta hektar terdiri 42,6 juta hektar hutan primer, 35 juta hektar hutan sekunder dan 4,8 juta hektar berupa hutan tanaman.
Sedangkan jumlah luas hutan primer yang hilang sekitar 300.000 hektar setiap tahun, adalah negara keempat di dunia dengan kehilangan hutan primer terbesar.
Berdasarkan studi antara economical reversible (tekanan terhadap sumber daya alam/daya tampung maksimal) dengan adaptability level (daya dukung sumber daya alam minimal) seharusnya luas hutan primer tidak melewati irreversibility line.
Untuk Indonesia minimal harus memiliki hutan primer seluas 58 juta hektar sebagai batas irreversibility line nya. Membandingkan hasil studi tersebut dengan kondisi hutan primer saat ini hanya 42,6 juta hektar maka sebenarnya saat ini sudah memasuki kondisi sangat kritis dilihat dari daya dukung sumber daya alam berupa hutan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar