Antara Kebijakan dan Pembajakan

Perampasan hak secara paksa melalui aparat negara serta kriminalisasi dan marginalisasi massal atas nama upaya swasembada pangan dan energi adalah kebijakan yang terlalu beresiko terhadap kerusakan lingkungan dan ancaman masa depan.

Pembukaan hutan seluas dua kali lipat Pulau Jawa akan lebih meningkatkan deforestasi Indonesia yang menurut data Global Forest Watch (GFW) selama periode 2021-2022 mencapai 10.295.005 hektar.

Langkah ini pun tak  sejalan dengan komitmen net zero emission (NZE) pemerintah dalam RPJPN 2025-2045, bahkan  memicu konflik dengan masyarakat adat dan ancaman bencana serta meningkatkan tekanan krisis iklim.

Indonesia sangat terlambat dalam mengatasi kerusakana lingkungan, baru pada tahun 1973 di masukan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) setelah konferensi Internasional paling bersejarah di Stockholm Swedia pada 6-9 Juni tahun 1972.

Yang ditindaklanjuti dengan pertemuan di Nairoby Kenya pada 1982 atas kerusakan lingkungan cukup parah di Afrika akibat hilirisasi tambang dan di Rio Jenero Brazil pada tahun 1992 yang di kenal melalui piagam The Rio.

Menitikberatkan pada pembangunan berwawasan lingkungan (Ecodevelopment) sebagai embrio lahirnya Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pedoman Pengelolaan Pelestarian Lingkungan Hidup (PPLH).

Meskipun konsep pelestarian lingkungan hidup telah dimasukan sebagai undang-undang dalam pembangunan, namun regulasi ini nampaknya kehilangan kesaktian ditengah pemerintah mengeluarkan konsesi pada korporasi memicu kasus pembabatan hutan dan penggundulan lahan secara massif melalui ekstrasi sumber daya yang berlebihan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7

Komentar

Loading...