Site icon MalutPost.com

Perempuan dalam Tuntutan dan Tekanan

Oleh: Fachry Nahar, S.Ag. MM
(Abna Alkhairaat Kalumpang Ternate, Mantan Aktivis HMI Cabang Ternate 1996-2001. ASN pada INSPEKTORAT Kota Ternate)

Peringatan hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember merupakan tonggak perjuangan kaum perempuan dalam lintasan sejarah bagi penghormatan atas peran dan kontribusinya dalam kemajuan pembangunan dan peradaban.

Peran dan kiprahnya kaum perempuan tidak diragukan dalam manajemen keluarga dengan peran ganda, namun pada saat yang sama tuntutan perannya baik domestik maupun publik terkadang sulit didefenikan secara jelas dan proposional antara tuntutan dan tekanan.

Tuntutan domestiknya sebagai pengatur seluruh kebutuhan rumah tangga yang tentunya berbasis anggaran disatu sisi dan terbatasnya pendapatan keluarga yang mendorong peran publiknya.

Sebagai penopang tambahan pendapatan baik sebagai wanita karier di pemerintahan dan swasta maupun berprofesi sebagai pedagang, petani, nelayan berbasis gender telah menambah beban tekanan disisi lain.

Menurut Prof Brigite Lynch President International Convederation Of Midwives (ICM) bahwa perempuan atau ibu adalah guru dan pendidik pertama yang menentukan kualitas keluarga.

Penentuan kualitas keluarga inilah mendorong peran domestiknya sebagai pendidik utama dalam meletakan plat form pendidikan anak agar mengenali diri dan tuhannya, nilai-nilai adab, sopan santun dan akhlak terpancar dari kelembutan Tarbiyahnya (Madrasah al Ula).

Di satu sisi dan tuntutan peran publikya sebagai seorang ibu dalam mendukung karier suami dan keluarga maupun perannya dalam menunjang tambahan pendapatan tidak berbanding lurus dengan kapasitas yang dimiliki.

Baca Halaman Selanjutnya..

Di sisi lain maupun berbagai dampak tekanan dan ancaman dari luar serta dalam keluarga yang diperparah dengan minimnya komunikasi, turut memicu trauma berkelanjutan sehingga banyak kasus kaum perempuan terdampak menjadi korban depresi mental.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bahkan bunuh diri karena tekanan psikologis, bahkan trauma terhadap beban tanggungjawab ganda antara tuntutan dan tekanan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyajikan data dan fakta cukup mengejutkan melansir sepanjang tahun 2022 terdapat 902 kasus dan mengalami tren peningkatan di tahun 2023 sebanyak 1.226 kasus.

Kekerasan terhadap perempuan dengan pemicu utama adalah tekanan mental, kurangnya komunikasi yang terbangun dengan intens memicu depresi berkelanjutan, beban peran ganda domestik dan publik diluar kapasitas dan menjadi tekanan kekerasan psikis dalam rumah tangga dan bunuh diri.

Temuan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) cukup mencengangkan sepanjang tahun 2023 mencatat prevalensi depresi tertinggi pada kelompok umur 15-24 tahun dibandingkan kelompok usia lain.

Survei Kesehatan Indonsia juga menemukan bahwa 61 persen anak muda yang depresi dalam satu bulan terakhir memiliki pikiran 36 kali lebih besar untuk mengakhiri hidupnya. Kasus bunuh diri tidak hanya berdampak pada individu dan keluarga, melainkan juga secara sosial, psikis dan ekonomi.

Komnas Perempuan mencatat faktor penyebab bunuh diri tidak tunggal pada perempuan diantaranya akibat trauma berkelanjutan sebagai dampak buruk kekerasan berbasis gender dan ketiadaan support system orang terdekat.

Baca Halaman Selanjutnya..

Minimnya komunikasi dalam keluarga mendorong ketertumpukan berbagai permasalahan yang tidak terurai seperti meningkatnya tuntutan kebutuhan ekonomi, biaya pendidikan anak dan biaya servis sosial (menghadiri silaturrahmi keluarga, hajatan nikah, arisan, majelis ta’lim, melayat orang wafat, biaya ulang tahun yang kesemuanya berbasis anggaran).

Tingginya biaya rumah tangga dipicu salah satunya adalah tidak terkendalinya inflasi berdampak luas pada semua sektor tidak terkecuali rumah tangga yang menerima dampak cukup signifikan.

Dampak yang tidak terhindarkan adalah melambungnya harga kebutuhan pokok yang mempengaruhi postur belanja rumah tangga, menambah tuntutan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan ditengah tekanan pendapatan dan belanja yang tidak berimbang yang harus dipenuhi.

Menambah beban pikiran dan meningkatkan tekanan psikologis yang tidak terurai melalui komunikasi dua arah secara memadai sehingga akhirnya mengalami ketersumbatan yang memicu tingginya tekanan depresi dengan daya rusaknya yang mematikan.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) merespon tingginya angka kekerasan perempuan dan bunuh diri dengan mengusung agenda pencegahan melalui tema “Mulailah Percakapan” (Start The Conversation).

Tema ini menunjukan pentingya mereduksi dampak digitalisasi (Efek Penggunaan Gadget) bersama namun kurang terbangun komunikasi (Silent Treatment) berbagai kasus kekerasan dan perceraian yang dipicu kurangnya komunikasi yang menggerogoti hubungan suami istri dan tingkat kekerasan dalam rumah tangga.

Fenomena ini menjadi tren yang cukup mengkhawatirkan utamanya rumah tangga muda sebagai dampak disrupsi dari revolusi digital sehingga mendorong semua pihak untuk bersinergi dalam rangka mengurangi dampak trauma berkelanjutan terhadap warga masyarakat agar mendeteksi lebih awal fenomena dan indikasi keinginan bunuh diri pada seseorang.

Terutama anggota keluarga terdekat, berupaya merangkul, memahami dan membangun komunikasi untuk mencegah dan menjauhkan dari stigma yang menghancurkan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Negara harus hadir memberikan Support System melalui program advokasi, edukasi, sosialisasi, konseling, deteksi dini, pengurangan resiko dan perlindungan tidak sebatas program yang berpusat pada lembaga dan kementerian maupun pemerintah daerah saja.

Namun harus diperluas cakupan dan jangkauannya agar mampu menjaring permasalahan dan mencover kasus gender sampai pada basis daerah terpencil, terjauh dan terluar melalui program penguatan jejaring sosial berbasis masyarakat.

Melibatkan seluruh stakeholder, community development untuk terlibat bersama dalam intervensi program pencegahan dan perawatan sosial terhadap dampak kekerasan berkelanjutan berbasis gender baik sosial, pisikologis maupun stigma sosial yang menjadi tekanan dan pemicu lonjakan kasus kekerasan berkelanjutan yang berakhir bunuh diri dapat dikendalikan.

Peran kaum perempuan harus diletakan kembali pada porsi yang seimbang antara tuntutan peran domestiknya sebagai pengatur roda rumah tangga dan institusi pendidikan penentu keberhasilan pembangunan disatu sisi dengan peran publiknya sebagai wanita karir dalam berbagai profesi secara memadai agar tidak menjadi tekanan disisi lain.

Dengan memberikan support system yang optimal melalui dukungan moral, intensitas komunikasi yang terukur dimana semua pemangku kepentingan keluarga harus berkontribusi dalam mendukung peran kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga.

Utamanya suami sebagai kepala keluarga dituntut untuk mendrive perannya sebagai pengayom, pelindung dan penjamin yang memberi rasa aman dan damai dari berbagai ancaman sosial dan tekanan ekonomi agar peran domestik dan publik kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier dapat tumbuh dan berkembang menorehkan prestasi.

Karya dan inovasi yang menjamin kelangsungan bangsa dan peradaban. Peringatan Hari Ibu tahun 2024 ini adalah momentum refleksi dan koreksi kritis atas peran dan kiprah kaum perempuan dalam mengantarkan generasi emas dengan bonus demografi melalui optimalisasi peran sebagai pendidik utama dalam penguatan arah kompetensi menuju Indonesia 2045.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 18 Desember 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/12/rabu-18-desember-2024.html

Exit mobile version