Menggugat Kebijakan Dekan

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 sebagaimana dijadikan sebagai dasar hukum Surat Keputusan Dekan tersebut menyebutkan bahwa “Pendidikan Tinggi berasaskan: (a) kebenaran ilmiah; (b) penalaran; (c) kejujuran; (d) keadilan; (e) manfaat; (f) kebajikan; (g) tanggung jawab; (h) kebhinekaan; dan (i) keterjangkauan.
Dalam konteks ini, kita sama sekali tidak menemukan “penalaran” yang baik, kejujuran, keadilan, manfaat, kebajikan dan tanggung jawab dari masalah yang katanya diselesaikan dengan diterbitkannya surat keputusan.
Penalaran untuk dieksekusinya Fungsi aspirasi mahasiswa simultan dengan dieksekuinya BEM, seolah menolak aspirasi untuk diakomodir. Kejujuran, keadilan, manfaat, kebajikan dan tanggung jawab untuk input dan output dari masalah kepentingan mahasiswa fakultas hukum.
Kiranya kita semua akan sepakat untuk sebait puisi yang pernah dikatakan oleh masa aksi mahasiswa Unhas pada 3 September 2021 silam yang kurang lebih senasib dengan BEM Fakultas Hukum UMMU hari ini: “Kau potong tanganku, kau potong seluruh tubuhku, tapi mulutku masih bisa bicara, angkat aku, jemur aku teman, biar aku mencair” (identitasunhas.com).
Senada dengan itu oleh cermat.co.id, Presiden BEM Fakultas Hukum UMMU angkat suara, “Tindakan pembekuan BEM Hukum bukan tindakan yang dapat menyelesaikan masalah, tapi tindakan yang dapat melahirkan masalah lebih besar.
Maka percayalah, dengan bahasa itu yang mati hanya lembaga, orangnya tetap akan hidup dan akan kembali seperti badai, dan menjadi mimpi buruk bagi mereka yang menyimpang dari kebenaran.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Sabtu, 14 Desember 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/12/sabtu-14-desember-2024.html
Komentar