Oleh: Hasman Sangadji
Di umur yang sudah cukup untuk melangkah ke tahap berikut, lika-liku kisah cinta kerap menjadi pembahasan menarik.
Setiap orang yang ditemui rasanya bercerita soal impian membangun bahtera rumah tangga secepatnya.
***
Mawar, begitulah orang-orang memanggilnya, begitu pula aku. Mawar memang tak punya nama spesial dariku untuk dirinya. Namun, yang aku tau pasti Mawar memiliki tempat spesial di hatiku.
Mawar dan aku adalah kenalan lama. Kami dipertemukan kembali secara tak sengaja. Entah apa gerangan yang terjadi, tetapi yang pasti, aku sangat menyukai pertemuan spontan itu.
Pertemuan itu terjadi di tempat kerjanya Mawar. Singkat cerita, Mawar meluangkan waktu untuk aku. Kami berdua ngobrol banyak hal. Wajar sih, kawan lama yang baru berjumpa lagi.
Haha… hihi… sesekali terdengar. Sejak awal obrolan, Mawar mendominasi. Dia cerita banyak hal. Aku menjadi pendengar setia Mawar. Aku lihatin dalam-dalam garis senyum di wajahnya, kening tebal, bibir merahnya, hingga cara dia menutup mulut dengan tangan saat tertawa.
Lidahku masih tak mampu berisilap untuk menyebutkan kata-kata saat berada didekatnya. Rasanya tak mampu untuk menanggung beban cinta ini. “Mawar oh mawar, seandainya kamu tahu, pertemuan yang Tuhan atur kali ini sungguh aku sangat bersyukur,”kataku dalam hati.
Mawar dikenal menarik. Makanya, tak ada bosannya menatap dirinya. Mawar juga seorang yang manja dan humoris. “Tuhan, apakah aku benar-benar jatuh cinta dengan wanita berkulit putih dengan senyuman manis ini?” tanyaku penuh ragu.
Kepasrahan hati tidak menjadi alasan berhenti berdiri tegak lurus dan tetap melangkah untuk mengejar cinta. Namun apalah daya tanganku tak sampai. “Apakah aku hanya memiliki hati dan jiwanya yang hanya disuguhkan melalui mimpi manis,” tanyaku dalam hati.
Lamunan ku sudah terlalu jauh. “Ah masa bodoh, untuk apa aku harus menaruh harapan dan memikirkan dia yang belum tentu pasti menjadi milikku. Apalagi kita tidak ada ikatan apapun,”kataku dalam hati menyadarkan diri ini.
Baca halaman selanjutnya..
Meski begitu, aku harus akui ketika Mawar didekat, entah itu dulu atau sekarang, selalu saja ada dorongan kuat dari dalam diri untuk mengunggakapkan isi hati. namun mulutku selalu terkunci, meskipun ada canda dan tawa di antara kami berdua.
30 menit pertemuan tak terencana itu berlangsung. “Kok cepet banget”kataku dalam hati. Mawar lantas berdiri untuk pamit melanjutkan kerjaannya. Aku pun pulang.
***
Pertemuan dengan Mawar hari itu, membawaku pada kenangan 4 januari 2024 lalu. Aku ingat betul, kenangan di hati itu merupakan suatu pengalaman bersejarah yang sulit untuk dilupakan. Waktu itu, aku diminta kakak ku untuk berbelanja di sebuah warung.
Aku pun tak berani untuk membengkang dan tetap menjalani perintahnya. Setibanya di warung itu, ada suara yang cukup familiar sedang tertawa terbahak-bahak. Dan aku menyadarinya, pemilik suara itu adalah Mawar.
“Tarnyata benar dugaanku, kalau itu suara mawar,” ucapku dalam hati saat menoleh ke arah sebelah warung.
“Kenapa kamu berada di sini?” tanya mawar.
“Aku hanya datang dan berbelanja” jawab ku.
“Mawar, aku pulang ya” ucapku sembari memalingkan wajah.
“Hati-hati ya Hen,”jawabnya singkat.
Sungguh tatapan dan senyuman Mawar bak membangunkan singa yang sedang tidur. Aku dibuat jatuh cinta olehnya. Wajah Mawar selalu terngiang-ngiang dalam lamunan ku.
“Mawar yang cantik, seandainya aku bisa hidup bersama denganmu, sungguh aku akan sangat bahagia,”ucapku dalam lamunan.
Baca halaman selanjutnya..
***
Dua bulan sejak pertemuan kami awal Januari lalu.
Kini, kami dipertemukan lagi. Aku tak sengaja melihatnya di pusat kota.
Dari kejauhan, aku melihat Mawar bersama seorang laki-laki tinggi, dan berkulit sawo matang. Siapapun yang melihat mereka pasti akan memikirkan hal yang sama sepertiku saat ini.
“Mereka adalah sepasang kekasih, lihat saja cara mereka saling menatap, pegangan tangan hingga senyuman itu,”begitu pikiranku saat itu.
Sakit? Jangan ditanya lagi. Aku menyadari kalah saingan dengannya. Belum lagi lelaki yang memiliki segalanya, sudah pasti mawar akan tertarik dan menerima cintanya.
“Aduh, mawar sudah memiliki pasangan. Apakah aku harus menghapus rasa ini, ataukah menunggu hingga mereka berdua berpisah,” tanyaku dalam hati.
Waktu berlalu, Usut punya usut, informasi yang aku terima Mawar dan lelaki kulit sawo matang itu ternyata baru saja menjalin asmara.
Perasaan ku tak karuan. Aku menyalahkan diriku sepenuhnya. Aku menyesal sejadi-jadinya. Menyesal kenapa lidahku kaku untuk mengungkapkan perasaan ku padanya. Namun, apa yang harus disesali, nasi telah menjadi bubur alias Mawar telah menjadi milik orang lain.
Sempat ingin ku tutup kisah cinta sepihak ini rapat-rapat, namun baru-baru ini aku dikejutkan bahwa Mawar tak lagi bersama laki-laki itu.
Mereka telah mengakhiri hubungan dan tidak tau alasan penyebab dari mereka berpisah. Mawar pun memilih untuk hidup sendiri dan mengutamakan karir dengan umur yang masih terbilang muda. Mengetahui itu, akupun mencoba untuk berkomunikasi. Tapi aku tidak tau harus memulai dari mana. “Meskipun begitu, aku menyadari betul, bahwa tidak mungkin mawar akan menerima ku sebagai kekasih,” (*)