Tantangan Utama Gubernur Terpilih Maluku Utara.

Problematika 25 Tahun Keberadaan “Ibu Kota Imajiner Sofifi”

Gunawan A. Tauda

Selanjutnya, Gubernur Terpilih dan DPRD yang nantinya sebagai pihak yang berkepentingan langsung, dan Gubernur dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi Maluku Utara sekaligus wakil pemerintah pusat di daerah.

Perlu proaktif untuk memprakarsai penyelesaian ketidakpastian hukum pengaturan ibu kota Maluku Utara di Kemendagri, sesuai pilihan politiknya.

Selama ini, salah satu hambatan utama penyelesaian Sofifi, karena kurangnya inisiatif/prakarasa gubernur sebelumnya untuk secara konsisten memprioritaskan/menyuarakan penyelesaian permasalahan sentral ini. Hal demikian, tentu saja tidak boleh diulangi kembali oleh Gubernur Terpilih.

Terlebih, moratorium DOB oleh Pemerintah telah dilonggarkan, dan Pemkot Tikep bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, telah menyepakati dan menyetujui delienasi wilayah “Kota Baru Sofifi”.

Potensi Solusi Penyelesaian
Berkaitan dengan hal di atas, Bila Gubernur Terpilih memilih untuk memperjuangkan DOB Sofifi, terdapat potensi solusi berupa penyusunan RUU DOB Sofifi sekaligus RUU Perubahan UU 46/1999, untuk ditawarkan kepada Kemendagri untuk ditindaklanjuti.

Sebaliknya, bila Gubernur Terpilih memilih untuk mempertahankan Tikep sebagai ibu kota provinsi, terdapat potensi solusi berupa penyusunan RUU Perubahan UU 46/1999, terutama Pasal 9 ayat (1) yang ditentukan: “Ibukota Propinsi Maluku Utara berkedudukan di Kota Tidore Kepulauan".

Terlepas dari pilihan politik yang ditempuh Gubernur Terpilih, kedua proses pengundangan RUU di atas jelas akan memerlukan waktu yang sangat lama, dan bahkan tidak dapat dipastikan waktunya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...