Tantangan Utama Gubernur Terpilih Maluku Utara.

Problematika 25 Tahun Keberadaan “Ibu Kota Imajiner Sofifi”

Gunawan A. Tauda

Maka sebagian permasalahan keberadaan Sofifi telah tuntas, meskipun belum ada pengundangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) Sofifi.

Miris memang, selama 25 tahun provinsi terbentuk, dengan begitu banyaknya permasalahan di daerah, hanya karena disebabkan kurangnya penulisan satu kata ‘kota’ yang seharusnya melekat pada Sofifi.

Kedua, dengan berlakunya Pasal 7 UU 1/2003, yang menentukan “Kota Tidore Kepulauan, memiliki wilayah administratif bersumber dari sebagian wilayah Kab. Halteng, yang terdiri atas: … b. Kecamatan Oba Utara; c. Kecamatan Oba…”, timbul ketidakpastian hukum (konflik norma).

Mengingat dengan berlakunya ketentuan ini, singkatnya Pasal 9 ayat (1) UU 46/1999 wajib dimaknai menjadi: “Ibukota Propinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi, Kota Tidore Kepulauan.

Konsekuensinya, Kota Tikep yang di dalamnya terdapat entitas “Kelurahan Sofifi” diposisikan sebagai ibu kota provinsi, mengingat ibu kota provinsi merupakan sesuatu yang harus ada (conditio sine qua non) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Artinya, tidak ada provinsi yang tidak ada ibu kotanya. Karena itu, secara hukum (de juru) dan senyatanya (de facto) Kota Tidore Kepulauan merupakan ibu kota provinsi Maluku Utara.

Langkah Strategis Gubernur Terpilih
Realitas demikian selanjutnya menimbulkan pertanyaan baru, langkah strategis apa yang perlu ditempuh oleh Gubernur Terpilih?.

Pada konteks ini, dengan berasusmsi permasalahan ketidak pastian hukum ibu kota provinsi ini perlu selesaikan, “bukan dibiarkan”, direkomendasikan sejumlah hal penting, terutama masing-masing Paslon hendaknya memosisikan polarisasi pandangannya dalam visi, misi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...