Refleksi HUT Pemprov Maluku Utara ke-25

Optimisme Baru di Tengah Tantangan

Ikram Halil

Sofifi, yang sejak 1999 ditetapkan sebagai pusat pemerintahan provinsi, masih hanya berstatus sebagai desa atau kelurahan di bawah Kota Tidore Kepulauan.

Hal ini menjadi salah satu faktor utama stagnasi dalam pengembangan ibu kota provinsi yang semestinya menjadi simbol kemajuan. Kondisi ini tidak hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga menghambat investasi, pembangunan infrastruktur, serta pengembangan pusat perekonomian.

Selama 25 tahun, Maluku Utara sebagai provinsi yang terbentuk setelah reformasi dan lengsernya Presiden Soeharto, telah menghadapi berbagai tantangan dalam upaya membangun identitas dan infrastruktur yang memadai.

Sofifi seharusnya menjadi wajah dari kemajuan Maluku Utara, namun dalam kenyataannya, kota ini masih jauh dari harapan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa setelah dua dekade lebih, status ibukota provinsi belum mampu diatasi?

Tentu, masalah ini tidak dapat terus dibiarkan karena Sofifi adalah jantung administrasi pemerintahan, yang jika tidak diperbaiki, akan berdampak pada efektivitas birokrasi dan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Masa Depan yang Maju: Antara Harapan dan Tantangan

HUT ke-25 ini juga menjadi momen refleksi bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintahan di Maluku Utara. Dengan pilkada yang sedang berlangsung, rakyat harus mempertimbangkan bahwa siapapun yang terpilih sebagai gubernur, harus mampu membawa terobosan dalam penyelesaian masalah status Sofifi.

Pembangunan infrastruktur yang merata dan upaya meningkatkan daya tarik investasi adalah kunci bagi kemajuan provinsi ini.

Namun, yang paling penting adalah bagaimana pemimpin baru nanti harus mampu merevitalisasi Sofifi, menjadikannya tidak hanya pusat pemerintahan, tetapi juga pusat perekonomian yang dinamis, modern, dan inklusif.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...