Site icon MalutPost.com

Menakar Etika Politik Para Kontestan

Yadin Panzer

Oleh: Yadin Panzer
(Komite Pimpinan Pusat SAMURAI Maluku Utara, dan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara)

Peringatan dalam Cerita
Cerita ini dimulai ketika ditanya tentang bagaimana negara yang baik, Plato dan Aristoteles berbeda dalam nada jawabannya. Pertanyaan ini muncul ketika Athena, kota tempat tinggal kedua filsuf ini mengalami kekalahan dalam perang Pelapones. Akibatnya pemerintahan saat itu menjadi rebutan orang-orang yang tidak memenuhi syarat, tetapi berambisi.

Menurut Plato, negara yang baik adalah negara yang mengenal keadilan, artinya diselenggarakan menurut kebaikan dan keseimbangan serta didasarkan pada gagasan metafisik tentang kebaikan.

Ia percaya bahwa situasi seperti itu paling sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan oleh karena itu memberikan peluang yang baik untuk mencapai kebahagiaan.

Aristoteles menentang dan menolak kecenderungan pemikiran atau idea-idea tentang metafisika. Namun baginya (Aristoteles) Tujuan pemerintah adalah untuk menunjang kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, negara yang terbaik adalah negara yang dikelola dengan baik dan dipimpin oleh orang-orang yang bijaksana dan baik.

Perbedaan pendapat antara Plato dan Aristoteles, atas pertanyaan negara yang baik diatas yang dikutip oleh Franz Magnis-Suseno dalam bukunya yang berjudul ‘Etika Politik’ tentang Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (1999).

Ini sebenarnya memberi banyak inspirasi sekaligus peringatan terutama kepada para kontestan calon kepala daerah yang bakal memimpin Maluku Utara ke-depan.

Baca Halaman Selanjutnya..

“Bagi saya siapapun pemenangnya, yang harus diperhatikan adalah pentingnya para kepala daerah itu punya legitimasi moral”, kenapa?
Kemunculan figur calon pilkada 2024, para partai politik terlihat jelas efek jeranya.

Pemilihan kepala daerah tinggal hitungan bulan, pesta demokrasi tingkat lokal ini sudah memanas jauh sebelum masa pendaftaran kandidat bupati, walikota ataupun gubernur dan telah berakhir pada Agustus kemarin.

Sejumlah bakal calon sudah mencuri start dengan bermanuver menggalang simpati rakyat dengan dukungan partai politik dan relawan.

Padahal belum selasai ingar pemilihan umum pada 14 Februari lalu, kini kita dipaksa untuk siaga menjemput pilkada November nanti. Pesta demokrasi yang diagendakan negara di tahun yang sama, menampakkan wajah-wajah dan gaya baru sebagai bakal calon kepala daerah.

Maluku Utara dengan empat kontestan sebagai calon kepala daerahnya. Mencoba mencari simpati rakyat dengan gaya berpolitinya masing-masing.

Anehnya, ketika para kontestan menyatakan sikap sebagai bakal calon kepala daerah. Kini dengan nyata memperalat falsafah dan memainkan politik identitas.

Sebagai daya jual dan dijadikan sebagai alat politik, dan ini mejadi langkah paling cerdas (buat mereka) untuk menggalang simpati masyarakat.

Acap kali tak memperhatikan kualitas moral dan intelektualitasnya sehingga program-program yang dijalankan lebih pada kepentingan pribadi. Jadilah kemudian, rakyat hanya menjadi penonton, lalu memperpanjang antrian sebagai pelamar.

Baca Halaman Selanjutnya..

Maka dari itu, saya ingin mengajak pembaca agar menjadi pemilih yang cerdas dan sama-sama memberantas politik uang dan politik identitas yang mengancam tubuh demokrasi kita.

Praktik ini sudah tertanam dalam dan menjadi landasan siapa yang boleh dipilih dan siapa yang tidak boleh dipilih. Nominal serangan fajar per-kepala akan menjadi pertimbangan pada pilihan, ia karena gaya berpolitik para kontestan saat ini sedemikian.

Praktek money politik atau politik uang menjadi masalah dan tantangan sendiri dalam proses pilkada di Maluku Utara. Praktik ini melemahkan kualitas demokrasi dan mengancam kredibilitas pemilu lokal di masa depan.

Praktek ini menggerogoti hakikat demokrasi yang harus didasarkan pada landasan, visi dan kualitas kepemimpinan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi korupsi Pilkada serentak pada bulan November 2024.

Hal ini perlu mendapat perhatian serius agar Pilkada yang disebut-sebut merupakan ajang menyuarakan keinginan rakyat, tidak disesatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak terdistorsi oleh pengaruh finansial.

Etika ber-Politik
Pada bagian ini penulis akan sedikit menjelaskan bagaimana berpolitik dengan sehat. Didasari dengan cerita diatas, bahwa ambisi yang tak berdasar moral dan intelektual akan memperburuk keadaan bukan menyelamatkan seperti yang tertulis di baliho milik kontestan.
***
Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia, tidak hanya sebagai warga negara terhadap penguasa, namun juga terhadap hukum yang berlaku.

Etika politik mengharuskan kekuasaan dijalankan dengan cara yang adil, diberdayakan melalui demokrasi, dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dasar.

Baca Halaman Selanjutnya..

Norma politik juga menetapkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan (secara hukum dan etika) dan memberikan peluang bagi tindakan politik.

Sedangkan dinamika politik Maluku Utara menampakkan politik yang tidak sehat, dan bertentangan dengan prinsip moral dasar. Namun menurut hemat saya, kondisi ini sedari awal penyebabnya pada gaya berpolitik para kontestan. Sehingga tak heran kalau etika politik tidak lagi menjadi dasar bagi para calon kepala daerah.

Olehnya, sinisme yang melekat pada politik kini semakin memburuk. Politik dianggap sebagai bisnis yang kotor, penuh tipu daya, dan seringkali orang harus hidup tanpa keyakinannya agar bisa mendapatkan keuntungan.

Politik seringkali menunjukkan sifat negatifnya. Proses perebutan kekuasaan politik tidak lepas dari upaya membenahi suatu kebudayaan dengan menciptakan teror dan pembunuhan.

Terus, apa yang membedakan kewajiban seorang pemimpin dan norma moral dari kewajiban dan norma yang bukan moral? Moral itu tentang sikap manusia sebagai manusia, tapi ini soal legitimasi moral seorang pemimpin yang akan selalu berkaitan pada apa yang ia bijaki.

Dari kebijakannya kualitas moral pemimpin tersebut sesunggunya bisa dinilai. Namun moralitas dan intelektualitas lah yang mesti menjadi dasar kita melihat siapa yang layak dan tidaknya. Mungkin ini saatnya memilih dengan bijak, memeriksa daftar dan rekam jejak para kontestan.

Agar mereka yang pernah berkuasa, ini mungkin mereka ingin maju lagi di level tertinggi, apalagi mereka yang belum berkontribusi banyak untuk kepentingan masyarakat, tak mesti dipilih lagi. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat mulai sekarang. Agar yang terpilih benar-benar bermoral baik.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 1 Oktober 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/10/selasa-1-oktober-2024.html

Exit mobile version