Pemasyarakatan; Sebuah Antitesa “Blame the Woman Syndrom”

Kita tentu tidak membela perempuan yang terlibat aksi kriminal. Yang perlu dikritisi ialah anggapan bahwa laki-laki melakukan kejahatan karena perempuan, sehingga semua kesalahan ditimpakan kepada oknum perempuan.
Sialnya kutipan pemahaman misoginis terhadap hadis yang menyinggung perempuan sebagai sumber fitnah pun kembali berseliweran. Hal ini amat bertentangan dengan konsep keadilan dan nilai kemanusiaan, serta menjalar menjadi stigma pada perempuan.
Cara mengatasi blame the women syndrome
Pandangan bahwa laki-laki lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada perempuan masih berkembang di masyarakat patriarkis. Tak heran jika sindrom blame the woman masih eksis hingga sekarang.
Cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi blame the women syndrome adalah dengan terus menanamkan perspektif gender dalam pikiran sejak dini.
Beri pandangan bahwa pekerjaan domestik di rumah tidak hanya dikerjakan oleh perempuan, melainkan juga laki-laki. Selain itu, kita juga bisa mengembangkan critical thinking dalam menanggapi suatu masalah.
Dengan demikian, kita bisa terhindar dari blame the women syndrome karena melihat masalah dari kacamata yang berbeda-beda.
Agar masyarakat tak lagi dibelenggu oleh mindset Blame the Women, memang perlu usaha-usaha ekstra yang dilakukan dalam level struktural. Mengingat hal ini sebenarnya adalah wujud lain dari ketidakadilan gender yang berakar dari pikiran misoginis.
Karenanya, banyak pihak yang harus terlibat dalam perubahan mindset ini. Mulai dari orang tua yang mengajarkan budaya keadilan gender sejak dini.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar