Site icon MalutPost.com

Menjaga Kelas Menengah, Menjaga Stabilitas Ekonomi

Oleh: Dedi Supriadi
(Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran ID, Kantor Wilayah DJPb Provinsi Maluku Utara)

Kelas menengah kerap kali dianggap sebagai aktor utama dalam perekonomian Indonesia. Mereka tidak hanya menyumbang angka tingkat konsumsi domestik yang signifikan, tetapi juga memainkan peran penting sebagai penopang stabilitas perekonomian dan sosial negara.

Meskipun menjadi pemain utama, jumlah masyarakat yang tergolong ke dalam kelas menengah terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Kelas menengah ini terjerembab masuk ke dalam kelas masyarakat berpenghasilan rendah atau menuju kelas menengah rentan (aspiring middle-income class).

Mengutip dari media bisnis.com, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa populasi masyarakat yang masuk ke dalam kelas menengah telah mengalami penurunan drastis dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang pada 2024.

Penurunan ini utamanya disebabkan oleh adanya Pandemi Coronavirus Disease 2109 (Covid-19) yang melanda Indonesia pada awal tahun 2020.

Jumlah kelas masyarakat berpendapatan menengah yang semakin menurun memiliki implikasi besar baik terhadap individu maupun perekonomian secara keseluruhan.

Bank Indonesia dalam berita yang dirilis Tirto.id menyampaikan bahwa dominasi kelas menengah dalam porsi konsumsi domestik menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, pada saat daya beli masyarakat kelas menengah mengalami penurunan, maka permintaan akan barang dan jasa juga akan menurun dan pada gilirannya akan menurunkan beberapa indikator perekonomian seperti produktivitas barang dan jasa, investasi, dan sebaliknya akan meningkatkan pengangguran.

Baca Halaman Selanjutnya..

Meskipun mempunyai tingkat daya beli yang lebih baik dibandingkan kelompok rentan miskin, kelas menengah justru menghadapi tantangan besar yang berisiko membuat mereka masuk ke dalam kelompok rentan miskin.

Tantangan itu berupa stagnasi pendapatan, ketidakpastian pekerjaan, dan peningkatan biaya hidup. Dalam artikel yang dimuat dalam The Economist.

Disampaikan bahwa di banyak negara, kelompok kelas menengah menjadi kelas marjinal dan tertinggal sebagai dampak globalisasi dan perkembangan teknologi yang mengarah pada keuntungan lebih besar pada kelompok elit.

Marjinalisasi kelompok masyarakat berpendapatan menengah menandakan bahwa mereka tidak mempunyai competitive advantage dalam kompetensi yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia usaha.

Sehingga mereka hanya dapat memasuki sektor-sektor pekerjaan informal yang memberikan pendapatan tidak pasti, namun disisi lain biaya hidup naik secara konsisten.

Kondisi ini memunculkan adanya ketidakseimbangan yang berefek pada turunnya kelas masyarakat kelas menengah menuju kelas menuju berpendapatan menengah bahkan rentan miskin.

Selain itu, kondisi tersebut menjadi indikator adanya kesenjangan antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan peningkatan kesejahteraan kelas menengah.

Pada kondisi yang lebih ekstrim, apabila jumlah masyarakat berpendapatan menengah semakin turun, Indonesia akan dihadapkan pada risiko terjadinya kemandekan ekonomi dan bahkan memicu resesi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selain itu, kuantitas masyarakat yang tergolong ke dalam kelompok rentan miskin akan semakin banyak. Merujuk data pada BPS, saat ini jumlah masyarakat pada kategori rentan miskin melonjak dari 54,97 juta orang pada 2019 menjadi 67,69 juta orang pada 2024.

Eskalasi jumlah masyarakat kelompok rentan miskin menjadi pelesit perlunya intervensi kebijakan pemerintah yang mampu mengembalikan peran kelas berpendapatan menengah sebagai lokomotif perekonomian nasional.

Dekadensi kelompok masyarakat berpendapatan menengah menjadi dapat berisiko membawa Indonesia menuju resesi karena turunnya tingkat konsumsi secara signifikan.

Oleh karena itu, intervensi kebijakan pemerintah yang diperlukan adalah kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif. Kebijakan fiskal ini digunakan untuk merangsang permintaan agregat dan mengakselerasi pemulihan ekonomi.

Kebijakan fiskal ekspansioner yang dapat digunakan guna menahan laju penurunan jumlah masyarakat kelas menengah adalah peninjauan ulang kebijakan perpajakan.

Pemberian subsidi dan insentif untuk sektor strategis, dan akselerasi belanja pemerintah pada belanja-belanja yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan pekerjaan.

Kebijakan perpajakan perlu ditinjau ulang pada beberapa aspek agar meringankan beban masyarakat kelas menengah karena mereka mempunyai ruang pendapatan yang cukup untuk dibelanjakan.

Pemerintah perlu mereformulasi ulang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan pemberian berbagai insentif fiskal. Saat ini, Indonesia mempunyai kebijakan penetapan PTKP sebesar Rp54 juta per tahun atau setara dengan penghasilan sekitar Rp4,5 juta per bulan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Kebijakan untuk menaikan PTKP akan membuat masyarakat kelas menengah mempunyai disposable income yang lebih banyak untuk dibelanjakan dan menggerakkan roda perekonomian.

Pemerintah juga dapat memberikan insentif atau keringanan pajak pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena banyak masyarakat kelas menengah yang bergantung pada sektor ini.

Dengan adanya insentif pajak, UMKM dapat tumbuh pesat dan menjamin stabilitas pendapatan bagi kelas menengah yang berkecimpung dalam UMKM.

Kebijakan fiskal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah dengan pemberian subsidi pada sektor-sektor strategis yang secara esensial menjadi penopang kehidupan kelas menengah, seperti sektor properti, hilirisasi pertanian, perikanan, dan peternakan.

Sebagai sektor yang sangat dipengaruhi oleh perubahan daya beli masyarakat kelas menengah, sektor properti perlu mendapatkan insentif fiskal berupa penurunan PPN atau subsidi bunga KPR yang lebih rendah sehingga masyarakat kelas menengah mempunyai akses yang luas terhadap sektor properti.

Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan kebijakan jaring pengaman sosial. Kebijakan ini diberikan kepada masyarakat kelas menengah yang bertujuan untuk melindungi kelas menengah yang berisiko jatuh ke dalam kelompok rentan miskin dan miskin.

Kebijakan jaring pengaman sosial yang saat ini berjalan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), subsidi kesehatan, dan program kesehatan lainnya perlu diperluas cakupannya dan ditingkatkan akurasi targetnya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Penyiapan perluasan kebijakan ini harus dilakukan secara pruden karena berisiko terhadap naiknya anggaran negara.

Kebijakan fiskal yang terakhir adalah pemerintah perlu mengakselerasi belanja negara yang menyumbang dampak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kompetensi SDM masyarakat kelas menengah agar dapat bekerja di berbagai sektor formal.

Selama ini, banyak masyarakat kelas menengah yang justru banyak bekerja di sektor informal sebagai konsekuensi dari mengguritanya gig economy.

Berbeda dengan sektor informal yang tidak mempunyai penghasilan yang pasti dan konsisten, sektor formal pada sektor riil lebih menjanjikan kestabilan pendapatan yang sekaligus kenaikan pendapatan yang konsisten.

Dengan melakukan shifting lapangan kerja dari sektor informal ke sektor formal, masyarakat kelas menengah akan mengoptimalisasi kontribusi dalam aktivitas perekonomian secara ajeg.

Belanja negara berupa belanja pemerintah pusat dan dana transfer ke daerah perlu dioptimalkan untuk menggenjot sektor infrastruktur yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Kunci dari akselerasi belanja tersebut adalah melalui harmonisasi pengelolaan belanja negara antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan evaluasi pengelolaan belanja.

Tidak hanya melalui akselerasi belanja, penciptaan lapangan kerja juga dapat dilakukan melalui investasi pada sektor riil. Sebagai regulator dalam perekonomian, pemerintah perlu berfokus dan menarik lebih banyak lagi berbagai investasi di sektor riil yang mampu merekrut tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Penciptaan lapangan kerja melalui akselerasi belanja negara dan investasi sektor riil perlu diimbangi dengan peningkatan kompetensi SDM masyarakat kelas menengah, sehingga mereka memiliki competitive advantage untuk bekerja di sektor formal.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi SDM kelas menengah dapat dimulai dengan melakukan refocusing pemberian beasiswa.

Baca Halaman Selanjutnya..

Proporsi pemberian beasiswa untuk meningkatkan keahlian teknis dalam bekerja perlu ditambah dan inisiasi kerjasama dengan berbagai perusahaan global untuk membantu penyiapan kompetensi SDM kelas menengah.

Dalam jangka panjang, pengkondisian masyarakat kelas menengah yang stabil akan menjadi kunci Indonesia menjadi negara maju dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Ekosistem ekonomi yang adaptif terhadap kondisi masyarakat kelas menengah perlu dikembangkan secara kontinu sehingga menjadi media tumbuh kembang yang tepat bagi kelompok masyarakat berpendapatan menengah.

Peran kelas menengah begitu vital dalam perekonomian Indonesia. Kelompok ini merupakan motor utama konsumsi domestik yang berdampak signifikan terhadap kestabilan pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan ekonomi pemerintah hendaknya disusun untuk menjamin kelompok masyarakat ini tetap mempunyai daya beli yang besar dan terus tumbuh berkembang menjadi kelompok masyarakat berpendapatan tinggi. Oleh karena itu, menjaga kelas menengah berarti menjaga stabilitas perekonomian.(*)

Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi.

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 12 September 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/09/kamis-12-september-2024.html

Exit mobile version