Site icon MalutPost.com

Menguak Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang

Oleh: Joko Riyanto
(Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta)

Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, sedang disorot terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi berupa fasilitas pesawat jet pribadi (private jet) jet bersama istrinya, Erina Gudono, saat perjalanan ke Amerika Serikat (AS).

Jet dengan tail number N588SE itu dimiliki perusahaan besar asing yang beroperasi di Indonesia. Bahkan, Kaesang yang juga ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah dilaporkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kaesang dan istri tentu saja berhak menggunakan segala kemewahan perjalanan sepanjang mengeluarkan uang pribadi. Fasilitas mewah itu dapat menjadi laknat apabila menjadi selubung halus untuk memperlancar kepentingan dan bisnis tertentu.

Dalam kerangka berpikir rasional yang menerapkan metode behaviour, harus ditelaah motif di balik perilaku individu, baik pengusaha maupun aktor birokrasi, dalam membuat keputusan maupun implementasinya.

Berdasar asumsi utama pendekatan rational choice, dalam membuat pilihan, individu tidak bisa melepaskan diri dari tujuan mengejar kepentingan pribadi.

Ucapan terkenal sejarawan Inggris abad ke-19, John Dalberg-Acton, masih relevan: Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Makin besar kekuasaan, godaan untuk menyalahgunakannya makin besar.

Negeri ini masih menyandang predikat negara dengan tingkat korupsi tinggi. Dinasti politik dan relasi kekuasaan telah menimbulkan permasalahan dan cenderung melahirkan tindakan rasuah. Penyakit KKN hingga detik ini masih menghantui dalam praktik birokrasi.

Tiga Lapis Korupsi
Menurut George Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan: Oligarki Tiga Kaki, terdapat tiga lapis korupsi. Lapis pertama adalah korupsi yang langsung berkaitan antara warga dan aparat negara, yaitu suap dan pemerasan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Disebut suap jika prakarsa untuk memberikan barang, jasa, dan uang berasal dari warga. Disebut pemerasan jika prakarsa untuk mendapatkan barang, jasa, dan uang berasal dari aparat negara.

Lapis kedua adalah korupsi lingkaran dalam (inner circle) di pusat pemerintahan, yaitu nepotisme, kroniisme, dan kelas baru. Nepotisme merupakan korupsi antara pelayan publik dan mereka yang menerima kemudahan dalam bisnisnya lantaran adanya hubungan darah/persaudaraan.

Kroniisme sama dengan nepotisme, tetapi tidak ada hubungan darah di antara kedua pihak yang samasama menerima keuntungan. Adapun kelas baru, mereka yang mengambil kebijakan dan mereka yang menerima kemudahan khusus untuk usaha mereka berada dalam lingkaran kekuasaan pemerintahan.

Lapis ketiga adalah korupsi yang berbentuk jejaring. Praktik lancung ini melibatkan birokrat, politikus, aparat hukum, aparat keamanan negara, perusahaan negara dan perusahaan swasta.

Serta lembaga pendidikan dan penelitian yang memberikan kesan ilmiah serta objektif dan menjadi alat legitimasi kebijakan. Korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya dan sulit dibuktikan. Sebab, ada konspirasi yang canggih antarelemen untuk melakukan proses pemiskinan secara berjemaah.

Korupsi yang disebut kejahatan kerah putih (white collar crime) itu sangat berkontribusi bagi tumbuh kembangnya kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural tercipta bukan karena masyarakat yang tidak berdaya, tetapi karena kebijakan yang memang diciptakan untuk memiskinkan masyarakat atau pemiskinan (impoverishment).

Perdagangan Pengaruh
Meski Kaesang bukan penyelenggara negara, fasilitas jet pribadi bagi dia itu berpotensi menjadi dugaan penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan sepanjang berkaitan dengan fungsi jabatan keluarga dan perdagangan pengaruh.

Sebab, delik hukum dalam gratifikasi adalah perdagangan pengaruh dari pejabat negara yang dinikmati pemberi gratifikasi. Banyak kasus korupsi yang terungkap di pengadilan yang melibatkan anggota keluarga penyelenggara negara. Fakta lain, banyak koruptor yang menggunakan anggota keluarga lainnya dalam pencucian uang hasil tindak pidana mereka.

Mengutip Koran Tempo edisi Selasa, 3 September 2024, konstruksi hukum seperti itu pernah diterapkan KPK ketika menjerat Andi Zulkarnaen Anwar Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.

Baca Halaman Selanjutnya..

Choel adalah adik mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng yang terlibat kasus korupsi pengadaan barang/jasa dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Choel dituding menerima Rp 7 miliar dari sejumlah pihak yang terlibat dalam proyek itu. Pengadilan Tipikor Jakarta pun memvonisnya 3,5 tahun penjara pada 6 Juli 2017.

Selain Mallarangeng bersaudara, kasus lain yang menjadi contoh perdagangan pengaruh adalah korupsi oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Politikus Partai Nasdem itu dijerat KPK karena memeras sejumlah pegawai di kementeriannya hingga Rp 44,5 miliar. Dalam sidang terungkap, keluarga SYL ikut meminta sejumlah uang kepada para pejabat Kementan.

Investigasi KPK
Untuk itu, KPK perlu bersikap zero tolerance terhadap korupsi dan anti-intervensi politik. Artinya, KPK tidak boleh tunduk pada elite negeri ini, termasuk kepada pimpinan lembaga tinggi negara atau elite parpol. KPK mesti berani bekerja secara profesional. Tidak cukup klarifikasi dugaan gratifikasi dari Kaesang. KPK harus melakukan investigasi.

Di sisi lain, secara etika moral, klarifikasi Kaesang penting untuk memberikan penjelasan secara jujur. Apabila merasa ada benturan kepentingan (conflict of interest) soal fasilitas jet pribadi itu, dia harus melapor kepada KPK. Jangan berdalih Kaesang bukan penyelenggara negara.

KPK bisa memulai investigasi dari perjanjian antara Pemkot Surakarta dan PT Shopee International Indonesia yang telah ditandatangani Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka saat itu. Dari perjanjian itu, akan ditemukan apakah ada konflik kepentingan atau tidak. Memperdagangkan pengaruh Presiden Jokowi atau tidak.

Bila terbukti, patut diduga ada praktik gratifikasi dalam fasilitas jet pribadi untuk Kaesang tersebut. Publik menanti keberanian KPK untuk menguak dugaan gratifikasi itu.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 11 September 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/09/rabu-11-september-2024.html

Exit mobile version