Menguak Gratifikasi Jet Pribadi Kaesang

Disebut suap jika prakarsa untuk memberikan barang, jasa, dan uang berasal dari warga. Disebut pemerasan jika prakarsa untuk mendapatkan barang, jasa, dan uang berasal dari aparat negara.

Lapis kedua adalah korupsi lingkaran dalam (inner circle) di pusat pemerintahan, yaitu nepotisme, kroniisme, dan kelas baru. Nepotisme merupakan korupsi antara pelayan publik dan mereka yang menerima kemudahan dalam bisnisnya lantaran adanya hubungan darah/persaudaraan.

Kroniisme sama dengan nepotisme, tetapi tidak ada hubungan darah di antara kedua pihak yang samasama menerima keuntungan. Adapun kelas baru, mereka yang mengambil kebijakan dan mereka yang menerima kemudahan khusus untuk usaha mereka berada dalam lingkaran kekuasaan pemerintahan.

Lapis ketiga adalah korupsi yang berbentuk jejaring. Praktik lancung ini melibatkan birokrat, politikus, aparat hukum, aparat keamanan negara, perusahaan negara dan perusahaan swasta.

Serta lembaga pendidikan dan penelitian yang memberikan kesan ilmiah serta objektif dan menjadi alat legitimasi kebijakan. Korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya dan sulit dibuktikan. Sebab, ada konspirasi yang canggih antarelemen untuk melakukan proses pemiskinan secara berjemaah.

Korupsi yang disebut kejahatan kerah putih (white collar crime) itu sangat berkontribusi bagi tumbuh kembangnya kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural tercipta bukan karena masyarakat yang tidak berdaya, tetapi karena kebijakan yang memang diciptakan untuk memiskinkan masyarakat atau pemiskinan (impoverishment).

Perdagangan Pengaruh
Meski Kaesang bukan penyelenggara negara, fasilitas jet pribadi bagi dia itu berpotensi menjadi dugaan penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan sepanjang berkaitan dengan fungsi jabatan keluarga dan perdagangan pengaruh.

Sebab, delik hukum dalam gratifikasi adalah perdagangan pengaruh dari pejabat negara yang dinikmati pemberi gratifikasi. Banyak kasus korupsi yang terungkap di pengadilan yang melibatkan anggota keluarga penyelenggara negara. Fakta lain, banyak koruptor yang menggunakan anggota keluarga lainnya dalam pencucian uang hasil tindak pidana mereka.

Mengutip Koran Tempo edisi Selasa, 3 September 2024, konstruksi hukum seperti itu pernah diterapkan KPK ketika menjerat Andi Zulkarnaen Anwar Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...