Kedatangan Paus Fransiskus: Wacana Toleransi dan Tranformasi

Dalam istilah Islam katakanlah “Ibadah Sosial” yaitu keberpihakan kepada masyarakat yang termarjinalkan atau “Mustadhafin” dalam terminologi Al-Quran. Inilah gambaran ibadah sosial dengan prinsip “amar ma’ruf nahi Mungkar” dan kemaslahatan bersama. Islam mengupayakan perbaikan sosial dan transformasi nilai-nilai universal.
Sekalipun demikian pemahaman keislaman kadang terkurung pada hal-hal skeptis seperti ritus tanpa tranformasi sosial. Alih-alih setiap hari kita membaca surat Al-maun ayat 1-7 di mesjid-mesjid namun tidak ada upaya untuk menolong anak yatim dan orang-orang miskin atau orang yang termarginalkan.
Lebih parahnya, praktek kehidupan bertentangan dengan konsep pembebasan kitab suci yang tiap hari dibacakan, misalnya korupsi,perebutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara, dan menghancurkan lingkungan dengan membuka izin investasi besar-besaran di Maluku Utara.
Praktek agama seperti ini hanya akan melahirkan symbol-simbol dan bacaan-bacaan yang kehilangan makna. Toleransi dan transformasi agama ini harus di sosialisasikan dalam konteks keimanan, dan pemahaman sebagai senjata untuk menyambut masa depan Maluku Utara.
Sebagaimana ungkapan Bung Karno dalam Cindy Adams Soekarno Penyambung lidah rakyat “Anda tidak dapat mengabdi kepada Tuhan tanpa mengabdi kepada si miskin (orang-orang yang termarginalkan)”.
Kepercayaan dan transformasi sosial menyatu dalam revolusi yang dikobarkan oleh Bungkarno, hemat penulis ini adalah pelajaran yang sangat berharga dalam keberagaman.
Mengakhiri tulisan ini: Semoga Maluku Utara semakin harmonis dengan toleransi dan semakin berkemajuan dengan transformasi agama dalam keterlibatannya mewujudkan cita-cita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 9 September 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/09/senin-9-september-2024.html
Komentar