Kedatangan Paus Fransiskus: Wacana Toleransi dan Tranformasi

Sebuah kessalahan konstruksi sejarah yang mengatasnamakan agama sebagai alasan konflik sosial, rasisme hingga radikalisme. Kesalahan konstruk pengetahuan memang harus di luruskan dengan mempermasif pemahaman toleransi dan keterbukaan atau dialog antara agama-agama.
Pada galibnya, semua agama mengajarkan kasih sayang, kemanusiaan dan perdamayan. Kehadiran Paus Fransiskus mencoba membuka pandangan kita terhadap batas-batas transenden yang sempit, serta mengajak kita pada ikatan toleransi yang lebih erat dan transformasi agama-agama.
Kehadiran Paus mengingatkan saya kepada sosok K.H Abdurahman Wahid atau yang biasa di sapa Gusdur bapak Pluralisme Indonesia yang telah menorehkan kontribusi besar terhadap nilai-nilai toleransi di Indonesia.
Kedua tokoh ini, baik Paus maupun Gusdur telah berdiri diatas batas-batas transenden dan menerjang sekat-sekat primordial untuk mewujudkan suatu tatanan masarakat yang harmonis dan berkemajuan.
Berangkat dari perintah ajaran agama, Paus berdiri diatas Kekristenan-Khatolik dengan ajaran cinta kasih Yesus Krestus; beliau menyerukan toleransi dan keharmonisan sosial.
Gusdur mewarnai toleransi dari konsep universalitas islam, dimana Baginda Nabi Muhammad saw diutus dimuka bumi ini adalah rahmat untuk seluruh semesta, “Wama arsalnaka Illa rahmatan lil alamin” tanpa memandang latar belakang, konsep islam menekankan pada prinsip perdamayan dan keadilan.
Kedatangan Paus disambut antusias oleh masyarakat yang datang dari berbagai latar belakang agama, suku dan daerah. Paus menekankan pada suatu pola keberagaman yang toleran dan harmonis.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar